REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabag Humas BNN Kombes Sulistiandriatmoko menegaskan pil Paracetamol Caffein Carisoprodol (PCC) bukan tergolong jenis psikotropika atau narkotika. PCC, kata Sulis, murni merupakan jenis obat.
"Yang benar itu kandungan PCC adalah murni obat, diatur dalam UU Nomor 26 2009 Tentang Kesehatan," kata Sulis, Ahad (17/9).
Sulis menanggapi dugaan terkait PCC tergolong narkotika, salah satunya dikarenakan mengandung unsur adiktif atau ketagihan. Menurut Sulis, setiap obat bisa saja menimbulkan efek ketagihan.
"Setiap obat bisa saja mengandung ketagihan, PCC bukan psikotropika, narkotika. Itu murni obat, jadi itu tugas kepolisian dan Kemenkes melalui BPPOM," kata Kombes Sulis.
Sebelumnya BNN termasuk dalam tim gabungan dalam mengungkap kasus penyalahgunaan obat yang telah dilarang beredar oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sejak 2013 tersebut. Kendati begitu, menurut Sulis, kewenangan selanjutnya berada di tangan kepolisian dan Kemenkes melalui BPPOM RI. Sedangkan dasar kewenangan BNN mengacu pada UU Nomor 35 Tahun 2009.
Sulis mengatakan dalam praktiknya, PCC lebih banyak disalahgunakan. Oleh sebab itu peredaran obat tersebut dilarang beredar sejak 2013 oleh Kemenkes. "Produksinya pun pasti ilegal," jelasnya.
Sementara sebelumnya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut tablet PCC yang menyasar anak-anak di Kendari, Sulawesi Tenggara itu sudah bisa dikategorikan sebagai narkotika. Sebab menurut Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti, obat terlarang tersebut membuat ketagihan pengonsumsi.
"Ini termasuk obat terlarang yang berarti bisa dikategorikan karena mengandung adiktif (ketagihan) tadi ya. Jadi sebenarnya sudah masuk ke dalam jenis yang narkotika," kata Retno Listyarti saat diskusi 'Obat Terlarang Mengancam Anak-anak Kita' di Menteng, Jakarta, Sabtu (16/9).