REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan kunjungannya ke sejumlah partai politik murni untuk mendiskusikan pembangunan integritas partai, bukan terkait keberadaan Pansus Angket KPK di DPR RI. "Ini kunjungan dari kedeputian bidang pencegahan, di mana KPK menawarkan kerja sama untuk penguatan partai politik. Ini bukan safari politik, apalagi berkaitan dengan Pansus (Angket KPK)," ujar Deputi KPK Bidang Pencegahan Pahala Nainggolan usai berdiskusi dengan pimpinan PPP di Jakarta, Jumat (15/9).
Sebelumnya, KPK menyambangi kantor DPP PDIP, Gerindra, PKB, Hanura, Demokrat, dan NasDem. Tampak hadir di DPP PPP perwakilan KPK yakni Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan beserta staf serta perwakilan LIPI Syamsuddin Haris beserta jajarannya.
Sementara PPP diwakili Sekjen PPP Arsul Sani didampingi Wakil Sekjen PPP Achmad Baidowi, Ketua Bidang Organisasi Keanggotaan dan Kaderisasi PPP Qoyum Abdul Jabar, serta sejumlah politisi PPP. Dalam diskusi itu, KPK dibantu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk membuat sebuah sistem standarisasi yang dapat menunjang perkembangan integritas di setiap partai politik, baik dari sistem rekrutmen anggota, kaderisasi, pengembangan etik partai, hingga manajemen pendanaan partai politik.
Pahala mengatakan pihaknya siap membantu partai politik secara konkret untuk mendesain kurikulum pengkaderan, hingga manajemen pendanaan partai. Untuk kaderisasi KPK mengusulkan agar partai politik memprioritaskan kader internal untuk duduk pada jabatan publik. “Kami minta jabatan publik lebih banyak diberikan partai kepada kader yang benar-benar merangkak dari bawah, bukan orang baru," kata dia.
Terkait pendanaan partai, KPK telah berbicara dengan Presiden Joko Widodo agar bantuan dana partai dari pemerintah dapat ditingkatkan dari Rp 108 per perolehan suara menjadi Rp 1.000 per perolehan suara. "Sekarang sudah ditingkatkan menjadi Rp 1.000 per suara, ini awal yang baik. Yang jelas dana bantuan ini harus digunakan untuk penguat partai berupa pendidikan politik dan kaderisasi, bukan digunakan untuk kontestasi pilkada atau pemilu legislatif," kata Pahala.
KPK menilai idealnya skema pendanaan partai sebanyak 50 persen berasal dari bantuan pemerintah, sedangkan 50 persen sisanya dari iuran internal dan sumber lain yang terbuka dan tidak mengikat. Melalui hasil diskusi di PPP, KPK menyatakan PPP telah memiliki modal untuk menjadi partai yang sehat atau berintegritas secara menyeluruh.
KPK mencermati PPP telah memiliki sistem daftar keanggotaan PPP yang berjalan, sistem atau instrumen monitoring kegiatan di wilayah dan cabang, serta mahkamah partai yang berjalan untuk penegakan etik. "Ini modal yang baik untuk menjadi partai berintegritas secara menyeluruh," ujar Pahala.
Secara umum, dia mengatakan, setiap partai memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing dalam hal pembangunan integritas partai. Umumnya kendala partai dalam hal pembangunan integritas menyeluruh ada pada sektor pendanaan yang tidak stabil dan tidak jangka panjang.
Sekjen PPP Arsul Sani menyatakan apresiasinya atas langkah KPK membangun diskusi dengan pimpinan partai politik guna membangun sistem integritas partai politik. Arsul mengatakan segala masukan dari KPK dan LIPI akan digunakan PPP untuk terus mengembangkan manajemen partai ke arah yang lebih baik lagi.
"Masukan dari KPK dan LIPI akan kami gunakan untuk melengkapi sehingga PPP semakin dapat menjadi partai yang transparan, akuntabel dan dapat mewakili kepentingan publik ke depan," jelas Arsul.
Ia menekankan diskusi yang dilakukan partainya dengan KPK dan LIPI murni membahas pembangunan integritas partai dan tidak ada kaitannya dengan keberadaan Pansus Angket KPK di DPR RI.