REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi sejumlah aset yang diduga dimiliki oleh dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
KPK telah menetapkan Auditor Utama Keuangan Negara III BPK RI Rochmadi Saptogiri (RSG) dan Kepala Sub Auditorat III B pada Auditorat Utama Keuangan Negara III BPK RI Ali Sadli (ALS) sebagai tersangka TPPU tersebut.
"Hari ini dilakukan pemeriksaan dan pendalaman informasi terkait dengan kasus yang diduga melibatkan dua auditor BPK terkait indikasi TPPU," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (13/9).
KPK pada Rabu memeriksa tersangka RSG dan ALS terkait kasus tersebut.
Selain memeriksa dua tersangka itu, KPK juga memeriksa tiga saksi dari pihak swasta untuk dua tersangka tersebut dalam kasus yang sama.
Dua saksi yang diperiksa untuk tersangka Rochmadi Saptogiri, yakni Galuh Prariningrum dan Januar Mangitu. Sedangkan satu saksi untuk tersangka Ali Sadli, yakni Adhi Masya.
"Kami memeriksa para tersangka dan saksi untuk mendalami lebih lanjut indikasi penerimaan-penerimaan dan juga mengkonfirmasi sejumlah aset yang diduga dimiliki oleh para tersangka tersebut," kata Febri.
Sebelumnya, KPK juga telah menyita empat unit mobil terkait TPPU dua auditor BPK itu.
Tersangka RSG dan ALS diduga telah perbuatan menempatkan mentransferkan, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain terhadap harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi.
Atas perbuatannya RSG disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sedangkan ALS disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebelumnya kedua tersangka telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus indikasi penerimaan hadiah atau janji terkait denga opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) di Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016.
Saat itu, RSG dan ALS disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sebelumnya, mantan Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan mantan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Itjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo didakwa memberikan suap terhadap dua pejabat BPK RI tersebut terkait dengan pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sebesar Rp240 juta.
Sugito dan Jarot didakwa melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.