REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen-LHK) menyatakan telah menemukan kerusakan alam atas wisata ilegal yang dilakukan masyarakat sekitar Pulau Sempu. Beberapa di antaranya bukan saja kondisi jalan, sampah tapi perubahan perilaku binatang seperti primata.
"Primata lebih agresif dan suka merebut makanan yang dibawa siapapun," kataKepala Sub Direktorat Pengelolaan Kawasan Konservasi, Siti Khadijah Kaniawatidalam Sosialisasi Pengelolaan Kawasana Cagar Alam Pulau Sempu di Malang, Rabu (13/9).
Di sejumlah titik seperti jalan utama yang acap digunakan pengunjung juga terlihat mengalami perubahan. Jalan setapak tampak semakin melebar pijakannya sehingga membuat tumbuhan di sekitarnya mati. Kondisi ini biasa terjadi saat jalan licin sehingga pengunjung lebih memilih pijakan yang paling aman agar tidak terpeleset.
"Secara keseluruhan kerusakan tidak sampai 10 persen dari luas 800-an hektare Pulau Sempu. Kerusakan hanya di daerah yang sering dikunjungi," kata dia.
Selain itu, permasalahan sampah juga tak terelakkan lagi keadaanya di sejumlah lokasi. Meski masyarakat menyadari dengan tetap mengumpulkan sampah, ini tetap tidak pertanda baik. Dengan kata lain, terdapat aktivitas kunjungan wisatawan di tempat yang tidak seharusnya dijadikan lokasi rekreasi umum.
Dia juga menambahkan ada fakta lain lagi yakni telah dibentuknya kelembagaan informal pengelolaan wisata di masyarakat Pulau Sempu. Lembaga ini muncul karena adanya persepsi masyarakat yang menilai Pulau Sempu sangat diminati lantaran keindahan dan kondisinya. Masyarakat mendukung aktivitas wisata yang dianggap ilegal dengan tetap tidak merusak lingkungan.
Untungnya, saat ini Cagar Alam Pulau Sempu kondisi vegetasinya masih sangat baik. Kondisi pohon masih terjaga, permudaan tumbuh dengan baik serta keanekaragaman tumbuhan dan satwa liar juga masih cukup tinggi. Dia yakin semuanya akan berjalan baik selama tidak ada intervensi dari manusia.
Ikuti Whatsapp Channel Republika