REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tengah melakukan kajian secara menyeluruh draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Pencegahan Kekerasan Seksual yang tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Wakil Ketua KPAI Rita Pramawati mengatakan, usulan RUU ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun lalu, tetapi baru masuk program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2017.
Sejak itu, dirinya mengaku terus mengikuti perkembangan draft RUU ini karena perubahannya banyak sehingga membuat pihaknya khawatir. "KPAI sedang melakukan kajian secara menyeluruh karena draft RUU ini kan berubah-ubah dari awal sampai sekarang. Kami prinsipnya perlindungan maksimal kepada korban karena praktiknya memang masih sangat minim," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (12/9).
Tetapi, kata dia, pemerintah perlu hati-hati karena takut overlapping dengan Undang-Undang (UU) lain, entah itu dengan UU Perlindungan Anak, UU Trafficking, atau UU KDRT. Artinya kita perlu melihat secara utuh RUU ini. Ia menambahkan, karena perhatian KPAI di anak maka pihaknya melakukan telaah apakah ada tabrakan-tabrakan dengan UU lain.
Tetapi prinsipnya rehabilitasi terhadap korban kemudian restitusi yang selama ini dinilai tidak dijalankan. "Tetapi di sebagian UU Perlindungan Anak rehabilitasi korban itu ada, misalnya rehabilitasi korban pornografi, itu kekerasan seksual juga. Kemudian di UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), rehabilitasi korban juga ada, makanya kita telaah secara mendalam," ujarnya.
Namun ia meminta pemerintah perlu melihat apakah sebetulnya sudah ada perlindungan korban itu. Tinggal apakah itu prakteknya, apa bedanya dengan RUU Perlindungan Kekeraaan Seksual itu. "Kami diminta Komnas perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ikut telaah," ujarnya.
Namun ia menambahkan, proses pembahasan RUU ini sampai disahkan menjadi UU masih panjang. Tetapi prinsipnya, kata dia, KPAI sepakat perlindungan maksimal pada korban. "Rehabilitasi hingga pemulihan korban karena itu butuh waktu yang lama tapi yang penting jangan overlapping dengan UU lain karena kita ingin efisiensi peraturan perundang-undangan," katanya. Apalagi, kata dia, presiden sudah minta efisiensi terkait peraturan.