REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Urip Haryoko mengatakan suhu udara di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami peningkatan 0,06 derajat celsius per sepuluh tahun seiring dengan peningkatan emisi gas rumah kaca.
"Tren peningkatan suhu ini akan mengkhawatirkan apabila tidak diimbangi dengan upaya-upaya mitigasi di level masyarakat," kata Urip dalam Seminar Nasional "Peran Science Center dalam Pengembangan Literasi Sains Masyarakat" di Yogyakarta, Selasa (12/9).
Menurut Urip, tren peningkatan suhu udara tersebut juga terjadi di kota-kota besar lainnya. Adapun secara nasional suhu udara di Indonesia mengalami peningkatan plus minus dua derajat celsius per seratus tahun. "Memang hasil penelitian itu hanya menggambarkan tren saja, namun perlu direspons semua pihak karena bisa membawa dampak pada kehidupan manusia," kata dia.
Ia mengatakan peningkatan emisi gas rumah kaca akan berdampak pada perubahan iklim, yang di antaranya digambarkan dengan pergeseran musim kemarau atau musim hujan. "Meski rata-rata curah hujan belum mengalami perubahan, tetapi awal musim hujan atau kemarau memang mulai terjadi pergeseran dari siklus normalnya," kata dia.
Untuk meminimalisasi dampak pemanasan global terhadap kehidupan masyarakat, Urip berharap semua pihak mulai melakukan upaya mitigasi mulai dari hal-hal yang sederhana dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, tidak membuang sampah sembarangan, hingga menghindari pembakaran hutan. "Membuang sampah sembarangan juga bisa menyumbang pemanasan global," kata dia.