Selasa 12 Sep 2017 17:17 WIB

Pemilik Bangunan Liar di Bekasi Sebagian Besar Pendatang

Rep: Dea Alvi/ Red: Endro Yuwanto
Ratusan personel gabungan kepolisian melakukan penggusuran bangunan liar di lahan Perumnas Regional III cabang Bekasi, Bantar Gebang, Kota Bekasi. Rabu (26/7).
Foto: Republika/Dea Alvi Soraya
Ratusan personel gabungan kepolisian melakukan penggusuran bangunan liar di lahan Perumnas Regional III cabang Bekasi, Bantar Gebang, Kota Bekasi. Rabu (26/7).

REPUBLIKA.CO.ID,  BEKASI -- Kawasan kumuh di Kota Bekasi yang tersebar di 120 titik mencapai luas 443 hektare (ha). Daerah kawasan kumuh terbanyak tercatat berada di Kecamatan Bekasi Barat dengan 15 titik dengan luas lahan sekitar 82,17 ha.

Salah satu hunian kumuh dan bangunan liar terdapat di Kampung Bojong, Bintara, Bekasi Barat. Lurah Kelurahan Bintara, Bekasi Barat Endang Supratman menjelaskan, tahun ini tercatat sekitar 40 titik rumah tidak layak huni di Kelurahan Bintara yang tersebar di 10 RW yang didominasi warga perkampungan. Adapun enam RW lainnya dinyatakan bebas kawasan kumuh karena daerah tersebut merupakan perumahan kelas menengah ke atas.

Salah satu kawasan kumuh, kata Endang, berada di RT 07, RW 14 tempat berdirinya beberapa permukiman kumuh dan bangunan liar (bangli). Endang menerangkan, lahan yang dijadikan tempat berkumpulnya bangunan-bangunan liar adalah lahan milik PT Sarana Jaya Manunggal, yang sebelumnya telah mengadakan perjanjian dengan para pemilik bangli tentang batas waktu penempatan lahan.

"Ada perjanjian bahwa mereka (pemilik bangli) akan keluar hingga anak mereka lulus sekolah, dan perjanjian itu tahun pada ajaran kemarin. Mungkin memang sekarang lebih berkurang," kata Endang saat ditemui Republika.co.id di Keluarahan Bintara, Bekasi Barat, Selasa (12/9).

Menurut Endang, pemilik bangli kebanyakan adalah warga dari luar Kota bekasi, seperti Kerawang dan Jawa Tengah. Mereka, lanjut dia, datang karena permintaan pengepul yang dianggap sebagai pimpinan mereka, mengingat kebanyakan mata pencarian mereka adalah pemulung.

Endang mengatakan, ada sekitar lima pengepul di daerah tersebut yang seluruhnya memiliki pengikut dengan jumlah yang bervariatif. "Ada yang anggotanya 20 orang, 15 hingga 25 orang, jika dijumlahkan kira-kira sekitar 120 bangli di sana, dan saya tidak menemukan warga yang memiliki KTP Kota Bekasi," kata dia.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Tri Adhiyanto mengatakan, bangunan liar di Kota Bekasi kebanyakan berdiri d atas lahan pemerintah atau perusahaan. Dia juga meyakini pemilik bangli, mayoritas adalah warga di luar Kota Bekasi dan tidak memiliki kartu identitas Kota Bekasi.

"Selama melakukan penertiban, kebanyakan pemilik bangli adalah pedatang dan hampir tidak ada warga asli Bekasi," kata Tri saat ditemui Republika.co.id di Kantor Dinas PUPR Kota Bekasi, Selasa (12/9).

Terkait bangunan liar di Kampung Bojong, Bintara, Bekasi Barat, Tri mengatakan, jika lahan yang ditempati tersebut adalah milik swasta atau perorangan, maka pihak terkait yang seharusnya mengusulkan penataan. Sedangkan, pemerintah hanya bertugas untuk membantu menertibkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement