Senin 11 Sep 2017 16:35 WIB

Sebanyak 3.000 Hunian tak Layak di Bekasi Ditata

Rep: Dea Alvi/ Red: Endro Yuwanto
Rumah Kumuh (Ilustrasi)
Foto: Antara
Rumah Kumuh (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, saat ini Kota Bekasi sedang melakukan repitalisasi rumah tinggal layak huni (rutilahu) secara bertahap. Rahmat menjelaskan, saat ini tercatat sekitar 3.000 hunian di Kota Bekasi yang masih belum layak huni. Hunian itu akan ditata secara bertahap.

''Terkait hunian kumuh dan bangunan liar di Kampung Bojong, Bintara, Bekasi Barat, kami akan melakukan pembenahan, dengan sumber dana baik dari APBD maupun bantuan sosial. Karena banyak, kami akan kerjakan bertahap. Kalau kasih foto lokasi nanti saya akan tindak lanjuti, mungkin dari CSR atau dari mana," kata Rahmat saat ditemui Republika.co.id, Senin (11/9).

Kepala Bidang Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan Pemukiman dan Pertanahan (Dosperkimtan) Bekasi Imas Asiah menjelaskan, berdasarkan rekapitulasi data 2016 terdapat sekitar 443 hektare (ha) kawasan kumuh di Kota Bekasi yang tersebar di 120 titik. Daerah kawasan kumuh terbanyak, kata dia, berada di Kecamatan Bekasi Barat dengan 15 titik dengan luas lahan sekitar 82,17 ha.

"Sedangkan kecamatan dengan kawasan kumuh terendah adalah Rawa Lumbu dengan empat titik dan luas sekitar 22 ha," ucap Imas.

Menurut Imas, terdapat beberapa aspek yang diperhatikan dalam mengategorikan kawasan kumuh, yaitu jalan lingkungan, pengairan, persampahan, sanitasi, ketersediaan air bersih, ketersediaan lahan fasos fasum, dan ruang terbuka hijau. Imas mengatakan, setiap tahun Disperkimtan melakukan implementasi Rencana Pembangunan Kawasan Pemukiman Prioritas (RPKPP) untuk mengatasi wilayah pemukiman kumuh dan tidak layak huni.

"Data tahun lalu sekitar 177 rumah dan 572 rumah pada tahun ini yang telah diperbaiki. Walaupun saat ini peer kami masih banyak, tapi kami sedang berproses menyelesaikan itu," kata Imas.

Kepala Seksi Bidang Perumahan dan Pemukiman Disperkimtan Bekasi Lutfi Hanifah mengatakan, kendala yang kerap menghambat penataan kawasan kumuh adalah data kepemilikan tanah yang terkadang masih belum jelas atau pemiliknya yang sulit ditemui.

Selain itu, Disperkimtan, lanjut Lutfi, tidak dapat melakukan penataan sendirian, melainkan berdampingan dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan pihak terkait lain. "Jadi kami seharusnya bergerak secara formal, seperti menanggapi permintaan kelurahan untuk menindaklanjuti kawasan kumuh tersebut," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement