Senin 11 Sep 2017 01:32 WIB

Warga Rohingya Sampaikan Tiga Hal di Acara AKUR

Rep: Fuji EP/ Red: Bayu Hermawan
Pegiat AKUR berfoto bersama usai tanda tangan bersama pada malam Puisi Untuk Rohingya yang digagas oleh AKUR di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta, Ahad (10/9) malam.
Foto: Wihdan Hidayat/Reuters
Pegiat AKUR berfoto bersama usai tanda tangan bersama pada malam Puisi Untuk Rohingya yang digagas oleh AKUR di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta, Ahad (10/9) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Kemanusiaan untuk Rohingya (AKUR) menggelar acara Puisi Cinta untuk Rohingya di Aula Gedung Dakwah Muhammadiyah pada Ahad (10/9) malam. Acara tersebut dihadiri berbagai lembaga kemanusiaan, ormas-ormas dan perwakilan dari etnis Rohingya.

Seorang warga Rohingya, Muhammad Juber (27 tahun) mengatakan, ingin melaporkan apa yang sebenarnya terjadi di Myanmar. Ada tiga isu yang perlu diketahui dunia. Pertama, mayoritas mempermasalahkan perbedaan agama meski etnis Rohingya tidak mau mempermasalahkan perbedaan.

"Kedua, mereka tidak mau demokrasi di Negara Myanmar, mereka tidak mau bersatu. Ketiga, mereka ingin sumber daya alam seperti minyak dan gas," kata Juber kepada Republika.co.id saat menghadiri acara Puisi Cinta untuk Rohingya, Ahad (10/9).

Ia menceritakan, saat terjadi letupan konflik yang pertama pada 2012, terpisah dengan orang tua. Sampai saat ini belum mendengar kabar tentang nasib orang tuanya. Ia mengaku masih ingat, saat tahun 2012, rumah dan harta benda milik keluarga, saudara dan tetanga habis dibakar.

"Masjid dibakar, sekolah dibakar, kita manusia, kita hidup kita lahir di dunia ini sebagai manusia," ujarnya.

Juber yang mengungsi ke Indonesia pada 2012 juga, berpesan agar bantuan dari Indonesia disalurkan langsung kepada orang-orang Rohingya. Kalau memungkinkan, bantuan jangan hanya sampai di ibu kota Myanmar, tetapi harus sampai ke tangan masyarakat Rohingya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement