Ahad 10 Sep 2017 17:20 WIB

Main Hakim Sendiri Marak, Polisi: Ini Negara Hukum

Rep: Taufiq Alamsyah Nanda/ Red: Ratna Puspita
Nico Afinta.
Foto: Republika/Darmawan
Nico Afinta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Kriminal Umum (Krimum) Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta mengatakan Indonesia merupakan negara hukum. Karena itu, dia mengimbau masyarakat agar tidak main hakim sendiri. 

Nico melontarkan pernyataan itu menyusul kasus pengeroyokan hingga tewas yang dilakukan terhadap pencuri vape di toko Rumah Tua Vape, Tebet, Jakarta Selatan. "Jangan melakukan persekusi, jangan melakukan tindakan sebagai seorang polisi, jaksa dan hakim. Jadi tidak bisa, sistem di kita yaitu diatur sistem peradilan pidana," kata Nico pada Ahad (10/9). 

Nico mengatakan masyarakat harus melaporkan ke kepolisian kalau menemukan tindak pidana, agar segera melaporkan ke kepolisian. "Jadi tidak ada suatu keselahan seseorang diputuskan seseorang. Harus diserahkan ke mekanisme hukum yang berjalan," ujar Nico.

Nico menjelaskan, tewasnya Qowi di tangan para pengeroyok, ada banyak hal yang pada akhirnya sulit diungkap. Salah satunya terkait kasus dugaan pencurian motor yang dilakukan oleh korban. 

Pada saat hari kejadian pencurian vape, yakni 20 Juli 2017, Qowi datang ke toko tersebut dengan menggunakan ojek. Kemudian, Qowi keluar toko dan meminjam motor tersebut. Tukang ojek ditinggal di depan toko. Sampai akhirnya Qowi tidak kembali dan motor yang ia bawa masih belum jelas keberadaannya.

Ditreskrimum Polda Metro Jaya menetapkan delapan tersangka dalam kasus main hakim sendiri terhadap Abi Qowi Suparto (20 tahun), yang dituduh mencuri satu paket vape seharga Rp 1,6 juta. Dari delapan tersangka itu, dua orang masih melarikan diri. 

Lima tersangka yang ditangkap yakni Fahmi (39 tahun) selaku pemilik toko toko Vape Rumah Tua, Dimas (34) selaku karyawan toko, rekan Dimas bernama Adit (20), dan Ando yang merupakan rekan bisnis Fahmi dalam membuka toko vape di Penjompongan. Satu tersangka lain yang ditangkap berinisial PA. 

Nico juga menegaskan bahwa Polda Metro Jaya ingin memperberat pelaku. "Tujuan Ditreskrimum jangan sampai ada di Jakarta ini orang-orang melakukan persekusi tidak dihukum berat, anacaman diatas 5 tahun (penjara)," ucapnya.

Selain itu, Nico juga menghimbau agar masyarakat berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Dalam kasus penganiayan pencuri vape, tersangka melakukan sayembara pencarian korban di media sosial instagram. Sampai akhirnya keberadaan korban ditemukan dan langsung dibawa untuk dipukuli. 

"Kita harus berhati-hati menggunakan medsos. Jika masyarakat temukan pengumuman persekusi di medsos silakan lapor ke kepolisian. Polisi kan bekerja dari pencehahan sampai penindakan," ujar Nico.

Kasus ini berawal pada 20 Juni 2017 di Toko Vape Rumah Tua, Tebet, Jakarta Selatan. Ketika itu, Fahmi menerima laporan dari penjaga tokonya bernama Aas bahwa satu paket vape senilai Rp 1,6 juta hilang di toko. 

Hasil pemeriksaan rekaman kamera pengintai (CCTV), seseorang bernama Qowi telah mengambil vape tersebut. Qowi memang dikenal sebagai pelanggan di Toko Vape Rumah Tua. Berselang satu pekan, Fahmi memutuskan mengumumkan pencarian Qowi di akun media sosial Instagram Rumah Tua Vape.

Dalam unggahan itu, Fahmi mengumumkan data diri Qowi dan tawaran hadiah Rp 5 juta bagi siapa saja yang dapat memberikan informasi keberadaan Qowi. 

Sebelum Qowi, kasus main hakim sendiri terjadi di Bekasi yakni dengan korban Muhammad Aljahra alias Joya di Bekasi. Di Jawa Barat, Sabtu (9/9), dua pelaku pencurian kendaraan bermotor di Kabupaten Cirebon babak belur dihajar massa. Bahkan kondisi salah satu dari pelaku kritis dan dirawat di rumah sakit. Keduanya ketahuan sedang mencuri motor seorang warga Desa/Kecamatan Susukan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement