Kamis 07 Sep 2017 17:46 WIB

Din: Aksi Kemanusiaan Belum Cukup Padamkan Konflik Rohingya

Red: Nur Aini
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Asian Conference of Religions for Peace (ACRP) Din Syamsuddin mengapresiasi bantuan kemanusiaan untuk Rohingya. Meski demikian, dia menyebutkan hal itu tidak memadamkan sumber utama konflik di Rakhine State, Myanmar.

"Kami mendesak ASEAN, OKI dan PBB agar melakukan langkah cepat, tepat dan efektif agar menghentikan tindak kekerasan untuk menciptakan perdamaian abadi," kata Din yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Kamis (7/9).

Dalam kesempatan itu, Din juga mengapresiasi upaya pemerintah Indonesia yang menempuh jalur diplomatik ke Myanmar guna mengatasi krisis etnis Rohingya. Menurut dia, aksi kemanusiaan masyarakat internasional dapat meringankan beban korban kebrutalan militer Myanmar terhadap Rohingya lewat donasi pangan, bantuan obat-obatan, kesehatan, tempat pengungsian dan semacamnya.

Tetapi, kata dia, terdapat persoalan mendasar yaitu pada kebijakan pemerintah Myanmar yang cenderung rasialis sehingga Rohingnya mendapatkan diskriminasi, bahkan kekerasan dan persekusi. Maka dari itu, Din mengusulkan perdamaian abadi bagi Rohingya dengan pemenuhan hak-hak mereka sebagai manusia.

Sebelumnya, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengibaratkan aksi kemanusiaan untuk Rohingya ibarat menanggulangi korban bencana kebakaran sementara penyebab kebakaran itu tidak disasar sehingga bencana terus terjadi. Akan tetapi, menurut Din, yang lebih dibutuhkan saat ini oleh setiap pihak adalah upaya politik mendesak pemerintah Myanmar agar mengakui Rohingya yang telah menjadi bagian negara itu selama bertahun-tahun lamanya. Lewat pengakuan itu, maka sudah seharusnya Rohingya akan mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara Myanmar.

Din mengatakan tindakan kekerasan oleh junta militer Myanmar atas etnis Rohingya merupakan kejahatan luar biasa dan pelanggaran HAM berat, salah satunya ditandai pembunuhan massal oleh otoritas militer disertai warga yang dipersenjatai. Menurut dia, kekerasan di Myanmar tidak sesuai dengan ajaran agama manapun, termasuk Islam dan Buddha yang sejatinya mengajarkan kasih sayang, kerukunan dan perdamaian antarsesama.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement