Kamis 07 Sep 2017 01:00 WIB

Alumni 212: Diplomasi Pemerintah ke Myanmar Kurang Greget

Kapitra Ampera
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kapitra Ampera

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Alumni 212 Kapitra Ampera yang menjadi salah satu perwakilan pengunjuk rasa di Kedutaan Besar Myanmar, Jakarta, Rabu, berpendapat diplomasi Indonesia ke Myanmar masih kurang "greget" atau keras.

"Pemerintah sudah ada langkah diplomasi konstruktif tetapi kurang 'greget' tekanannya yang bisa membuat Myanmar segera menghentikan kejahatan-kejahatannya," kata Kapitra, Rabu (6/9).

Menurut dia, langkah diplomasi yang baik untuk menekan Myanmar harus diambil sehingga bisa secepat mungkin menyelamatkan orang Rohingya yang terus mengalami penindasan junta militer Myanmar. Untuk itu, massa yang berunjuk rasa pada Rabu itu mendorong pemerintah Indonesia agar melakukan langkah yang lebih "greget" seperti dengan memulangkan kembali duta besar Myanmar di Jakarta ke negaranya sehingga dapat memberi tekanan.

Selain itu, lanjut dia, perlu juga untuk menutup kantor Kedubes Myanmar di Jakarta, melakukan embargo terhadap Myanmar dan agar Indonesia mengirim pasukan perdamaian ke Rakhine State di Myanmar. Sementara itu,Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melakukan kunjungan diplomasi ke Myanmar untuk membicarakan krisis kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya.

Dalam kesempatan itu, Retno bertemu dengan Penasehat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi dan juga orang berpengaruh Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Senior U Min Aung Hlaing. Pada pertemuan itu, Retno menyampaikan upaya bagi penurunan ketegangan di Rakhine State yang mayoritas penduduknya adalah etnis Rohingya harus menjadi prioritas pemerintah Myanmar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement