Rabu 06 Sep 2017 23:00 WIB

Pembangunan Bandara Yogya, Warga Diminta Kosongkan Lahan

masterplan Bandara Internasional di Kulonprogo.
Foto: yogyayes
masterplan Bandara Internasional di Kulonprogo.

REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO — PT Angkasa Pura I (Persero) akan melayangkan surat pengosongan lahan kepada warga terdampak bandara New Yogyakarta Internasional Airport Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Project Manager Pembangunan NYIA PT AP I Sujiastono mengatakan saat ini infrastruktur pendukung di tempat relokasi mulai dari listrik, PDAM hingga jalan belum dibangun, tapi AP I tetap meminta masyarakat segera mengosongkan lahan.

“Kami sesuai komitmen saja, masyarakat sudah dibayar dan mendapat ganti kerugian. Tentunya, mereka harus segera mengosongkan lahan karena kami akan segera membangun," kata dia di Kulon Progo, Rabu (6/9). 

Ia mengatakan AP I tidak akan memperpanjang tenggat waktu pengosongan lahan bagi warga terdampak bandara. Pemkab Kulon Progo tidak mengajukan perpanjangan penempatan rumah di lokasi calon bandara ke AP I.

Pihak AP I sudah beberapa kali memberikan toleransi perpanjangan waktu pengosongan lahan melalui Pemerintah Kabupaten Kulonprogo dan terakhir permintaan itu diajukan hingga 31 Agustus 2017. "Kami akan segera mengirim surat kepada masyarakat supaya segera mengsongkan lahan. Sesegera mungkin. Pemkab juga tidak mengirim surat permohonan perpanjangan pengunduran pengosongan lahan, jadi jalan terus," kata dia.

Sebelumnya, realisasi pembangunan hunian relokasi bagi warga terdampak pembangunan New Yogyakarta International Airport di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, baru mencapai 40 persen atau sekitar 80-90 unit dari 173 unit rumah. "Data dari Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP), bangunan rumah relokasi yang sudah selesai dibangun warga baru sekitar 40 persen," kata Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Sekretariat Daerah Kulon Progo Triyono.

Ia mengatakan lambatnya proses pembangunan relokasi tersebut dikarenakan masalah ketersediaan tukang dan tenaga bangunan yang kurang mencukupi. Jumlah tukang relatif terbatas karena pekerjaan dilakukan berbarengan di semua tempat. Sehingga, dalam praktiknya, kadang pendamping warga juga harus memprioritaskan penyelesaian satu rumah dulu apabila ada anak dan orangtua atau kakak dan adik yang sama-sama bangun rumah relokasi.

Triyono mengakui PT AP I sebetulnya sudah meminta warga segera pindah dari lahan yang sudah terakuisisi melalui pembebasan lahan proyek tersebut. Pada rapat koordinasi pembangunan bandara di Kepatihan, Senin (4/9/2017), persoalan ini juga kembali dipertanyakan.

Hal ini dikarenakan kontrak kerja pendamping warga untuk pembangunan relokasi itu sudah akan berakhir sekitar 10 September ini. Dikhawatirkan nasib warga nantinya akan terkatung-katung dalam menyiapkan huniannya.

"Harapan kami dulu, begitu kontrak pendamping itu habis, rumah relokasi juga selesai tapi ternyata masih ada yang ketinggalan. Mudah-mudahan tidak terlalu mengganggu," katanya. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement