Rabu 06 Sep 2017 15:32 WIB

Tere Liye Setop Terbitkan Buku, Ini Kata Republika Penerbit

Rep: RR Laeny Sulistywati/ Red: Bilal Ramadhan
Tere Liye
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Tere Liye

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Republika Penerbit mengatakan, keputusan novelis Tere Liye untuk menghentikan penerbitan buku di Republika Penerbit dan Gramedia Pustaka Utama akibat pajak buku yang tinggi merupakan masukan untuk pemerintah. Kepala Redaksi Republika Penerbit Syahruddin El-Fikri sebagai salah satu masukan kepada pemerintah. Sebenarnya, kata dia, dulu sudah ada penulis buku yang menyampaikan keberatan pungutan pajak ini.

"Namun, pemerintah kurang merespons sampai akhirnya Tere kemudian memutuskan untuk benar-benar berhenti menerbitkan buku, karena merasa ada ketidakadilan pajak pada penulis," ujar Syahruddin saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (6/9).

Ia mengakui hal yang cukup menyesakkan dada Republika penerbit adalah sikap pemerintah mengenai keputusan aturan penghapusan pajak untuk hiburan, tempat wisata. Di aturan tersebut dijelaskan bahwa pajak hiburan telah dicabut.

"Padahal, itu untuk hiburan, main, bersenang-senang namun tidak dipungut pajak. Tetapi buku yang jelas-jelas untuk mencerdaskan bangsa harus dikenakan pajak yang tinggi," ujarnya.

Sebenarnya, Republika penerbit yang tergabung dalam Ikatan Penerbit Indonesia pernah mengundang Dirjen Pajak untuk membicarakan masalah ini. Ternyata, kata dia, pihak perpajakan memang tidak bisa berbuat apa-apa karena peraturan perundang-undangan yang sebelumnya.

Pihak Republika penerbit juga menyampaikan keberatan ini ke Ikatan Penerbit Indonesia supaya disampaikan ke menteri, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Harapannya sebelum undang-undang (UU) Sistem Perbukuan disahkan, pihaknya berharap ada perbaikan di dunia perbukuan. Memang, ia menyebut jaminan untuk pelaku industri perbukuan, mulai dari editor, illustrator, penerjemah sampai penerbit sudah ada di UU ini.

"Tetapi tidak ada aturan spesifik yang memberikan pengurangan pajak untuk penerbit, penulis. Ini tidak memberikan kontribusi maksimal untuk persoalan pajaknya," katanya.

Karena ini termasuk undang-undang baru yang disahkan April 2017 lalu, kata dia, terlalu cepat untuk dilakukan revisi. Republika penerbit berharap ada perbaikan kebijakan ini. Ini karena buku jelas tujuannya mencerdaskan bangsa.

"Namun, tidak diberikan kebijakan untuk mencerdaskan bangsa. Tapi untuk hiburan atau hura-hura diberikan fasilitas yang lebih, jadi masih ada ketimpangan," katanya. Ia meminta pihak pemerintah lebih peduli. Termasuk bagaimana menumbuhkan literasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement