REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, pada Rabu (6/9) ini penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap salah satu tersangka kasus suap pengelolaan dana jasa pelayanan RSUD Kardinah Kota Tegal 2017, Amir Mirza Hutagalung. Amir adalah petinggi di PT Trans Benua Galaxi Utama yang juga tangan kanan dari Wali Kota Tegal, Siti Mashita Soeparno.
"Amir Mirza Hutagalung kami periksa sebagai saksi untuk tersangka CHY (Wakil Direktur RSUD Kardinah, Cahyo Supriyadi)," ujar Febri, Rabu (6/9).
Dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di RSUD Kardinah, Tegal, Jawa Tengah, KPK menetapkan tiga orang tersangka yakni Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno, Amir Mirza Hutagalung, dan Wakil Direktur Keuangan RSUD Kardinah, Cahyo Supardi.
Siti Mashita dan Amir diduga sebagai penerima suap, sementara Cahyo diduga selaku pemberi suap. Diduga suap yang diberikan kepada Wali Kota Tegal Siti Mashita sebesar Rp 5,1 miliar ditenggarai untuk pemenangan Pilkada Kota Tegal pada 2018.
Rencananya, Siti Mashita akan maju kembali sebagai pejawat dalam gelaran Pilkada serentak 2018 bersama Amir Mirza, pengusaha dan juga merupakan orang kepercayaannya.
Uang sebesar Rp 5,1 miliar itu diduga diterima Siti Mashita bertahap sejak Januari hingga Agustus 2017. Uang tersebut berasal dari pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah dan pengadaan barang jasa di lingkungan Pemerintahan Kota Tegal 2017.
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Cahyo disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
Adapun sebagai pihak yang diduga penerima, Siti Masitha dan Amir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999 yang diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.