REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Harapan Kementrian Pertanian agar petani di sebagian wilayah Kabupaten Banyumas dan Cilacap bisa melakukan percepatan tanam pada September 2017 ini, belum sepenuhnya akan ditaati petani. Beberapa petani mengaku masih akan menunggu hujan.
''Kami diminta mulai menanam pada 15 September. Tapi tidak mungkin, karena kami khawatir air irigasi tidak bisa mencukupi,'' jelas Ketua Gabungan Kelompok Tani pemakai air Sungai Tajum Kabupaten Banyumas, Sukarno, Selasa (5/9).
Dia mengakui, air dari Sungai Tajum saat ini memang sudah dialirkan ke saluran-saluran irigasi. Namun debit airnya sangat sedikit, sehingga tidak akan mampu untuk mencukupi areal persawahan yang dialiri saluran irigasi tersebut.
Sementara bila penggunaan air irigasi tersebut hanya dibatasi untuk mengairi sawah yang berada di dekat irigasi, Sukarno menyebutkan banyak petani tidak mau melakukan. Hal ini karena bila mereka melakukan tanam sendiri sementara yang lain tidak melakukan tanam, maka resiko serangan hama menjadi sangat besar.
Untuk itu, dia menyebutkan, petani di sekitar areal irigasi Tajum saat ini tetap menunda melaksanakan tanam seperti diintruksikan pemerintah. ''Kami tetap akan tunggu musim hujan sekitar Bulan Oktober 2017. Meski saat ini tanah sudah kami olah, tidak apa-apa. Saat hujan turun, kami hanya tinggal meratakan tanahnya agar bisa ditanami,'' jelasnya.
Dari pengamatan, sebagian besar sawah yang berada di sekitar irigasi Sungai Tajum, saat ini memang sudah dilakukan pembajakan tanah. Antara lain, seperti di areal persawahan Desa Tinggar Jaya Kecamatan Jatilarang Kabupaten Banyumas. Namun kondisi sawah masih terlihat kering. Selain itu, belum ada satu pun petani yang menyebar benih.
Kepala Seksi Operasional dan Pemeliharaan PPSDA (Pelindungan dan Pengelolaan Sumber Daya Air) Serayu-Citanduy, Arief Sugiarto, mengakui kondisi debit air sungai di wilayah Banyumas selama kemarau ini memang mengalami penyusutan. Selain Sungai Tajum, yang juga mengalami penyusutan debit air adalah Sungai Sarayu. ''Penyusutan debit air ini, menyebabkan air yang bisa dialirkan ke saluran irigasi juga tidak bisa maksimal,'' katanya.
Dia mengakui, dalam rapat koordinasi dengan berbagai pihak termasuk dari Kementrian Pertanian pada awal Agustus 2017 lalu, pihaknya diminta untuk segera membuka pintu air irigasi agar petani bisa melakukan percepatan tanam. Dalam pertemuan itu, pihaknya diminta untuk membuka saluran air pada 12 Agutus 2017.
''Berdasarkan hasil rapat tersebut, maka kami juga sudah mengalirkan air di irigasi Serayu dari Bendung Gerak Serayu pada 12 Agustus 2017,'' jelasnya. Meski pun sesuai SK Bupati Cilacap dan SK Bupati Banyumas, seharusnya saluran irigasi dari Bendung Gerak Serayu dilakukan pengeringan sejak 15 Juli hingga 15 September 2017.
Namun dia mengakui, kondisi debit air yang dialirkan ke saluran irigasi tersebut, tidak bisa maksimal. Menurutnya, dengan luas lahan 20.795 hektar sawah di Kabupaten Banyumas dan Cilacap yang mendapat penngairan dari irigasi Serayu, debit air yang dialirkan ke saluran irigasi minumal 32 meter kubik per detik.
''Tapi air yang bisa dialirkan ke saluran irigasi saat ini hanya sebanyak 14,77 meter kubik per detik. Dengan demikian, kalau digunakan untuk mengaliri sawah di seluruh saluran irigasi dari Bendung Gerak Serayu, tentu tidak akan cukup,'' katanya.
Menurutnya, dengan debit air irigasi sebanyak 14,77 meter kubik per detik, seharusnya air tersebut hanya digunakan untuk mengairi pertanian palawija. ''Kalau untuk sawah, jelas tidak akan cukup karena sawah membutuhkan air lebih banyak,'' katanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Dinas Pertanian Banyumas sebelumnya telah meminta petani yang memiliki sawah di sekitar irigasi Sungai Tajum untuk melakukan percepatan mulai tanam. Hal ini dilandasi permintaan dari Kementrian Pertanian yang mengintruksikan agar sawah-sawah yang berada di sekitar saluran irigasi dilakukan percepatan tanam.
Melalui program ini, petani yang telah melakukan musim panen sejak Mei-Juni 2018 lalu, diminta untuk segera memulai musim tanam pada September 2017 ini.