Selasa 05 Sep 2017 13:50 WIB

Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi Dipertanyakan

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Bilal Ramadhan
Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mengenakan topeng tokoh Myanmar Aung San Suu Kyi saat aksi teatrikal sebagai bentuk solidaritas bagi umat muslim Rohingya di depan Gedung DPRD Malang, Jawa Timur, Senin (4/9).
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mengenakan topeng tokoh Myanmar Aung San Suu Kyi saat aksi teatrikal sebagai bentuk solidaritas bagi umat muslim Rohingya di depan Gedung DPRD Malang, Jawa Timur, Senin (4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Ikatan Alumni Universitas Trisakti (Ikausakti), Didik Mukrianto mengatakan Aung San Suu Kyi harus menpertanggungjawabkan penobatan nobel yang telah ia raih dengan mengambil sikap dan upaya nyata untuk bantu Rohingya.

"Sebagai pertanggungjawaban atas dinobatkannya Aung San Suu Kyi sebagai tokoh perdamaian oleh dunia, saya ingin beliau menunjukkan wisdom dan keberpihakan nyata terhadap kemanusiaan," ujar Didik dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/9).

Didik yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Hukum Trisakti, serta mantan aktifis mahasiswa, menginginkan agar Aung Sa Suu Kyi segera mengambil sikap dan upaya nyata untuk membantu etnis Rohingya sebagai bagian tanggungjawabnya penerima nobel perdamaian dari dunia.

Kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang menimpa etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar sangat tidak bisa ditoleransi dari sudut pandang manapun. Kecaman, seruan untuk segera menghentikan dan mengusut tuntas bukan hanya dari Indonesia, tapi juga dunia. Didik mengutuk keras kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat di Myanmar.

"Kejadian di Rohingya ini adalah kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang sangat serius. Kebiadaban terhadap etnis Rohingya yang di luar batas kemanusiaan ini harus segera dihentikan dan diusut tuntas. Saya mengecam dan mengutuk keras peristiwa yang sangat kejam dan di luar batas nalar manusia atas etnis Rohingya di Myanmar" tutur dia.

Didik juga menyerukan kepada pemerintahan Myanmar, Asean dan PBB serta dunia untuk segera turun tangan dan segera menghentikan kebiadaban di Myanmar, termasuk membantu dan memproteksi serta memulihkan hak dan psikologis etnis Rohingya.

"Kejahatan kemanusiaan di Rohingya yang sangat kejam dan biadab ini menjadi persoalan serius dan tanggung jawab bukan hanya oleh pemerintah Myanmar, tapi juga menjadi kewajiban ASEAN dan PBB. Karena Genosida atau etnis cleansing menjadi kejahatan berat dan pelanggaran HAM yang sangat berat dan tidak bisa ditoleransi," ungkap Didik.

Didik Mukrianto mengajak segenap Civitas Akademika Trisakti dengan seluruh stake holdersnya dan juga masyarakat Indonesia untuk terus memantau perkembangan di Myanmar dan masalah etnis Rohingya, serta membantu dengan setiap upaya baik yang ada termasuk doa atas kejadian memang sudah melebihi kepatutannya.

"Masalah Rohingya memang isu kompleks dan sensitif bagi Myanmar. Meskipun demikian harus ada solusi yang tepat, permanen dan berkeadilan dengan memegang teguh nilai-nilai HAM, demokrasi dan hukum internasional," papar Didik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement