REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menilai konflik yang terjadi di Myanmar antara pemerintah dan etnis Rohingya merupakan masalah politik. Menurut Kyai Said, di daerah Rakhine terdapat potensi kekayaan sumber daya alam, seperti gas dan minyak.
Di samping itu, konflik di Rakhine terus-menerus terjadi lantaran juga terdapat kesenjangan sosial yang sangat tinggi. “Jadi sebenarnya ini politik saja. Di samping juga ada jurang sosial sangat lebar, terus ada sumber gas dan minyak, gitu kan. Padahal mereka tidak melawan apa-apa,” kata Kyai Said di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (5/9).
Kekerasan pemerintah Myanmar terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya ini tidak bisa disamakan dengan konflik yang terjadi di Filipina Selatan. Di mana masyarakat di Filipina Selatan melakukan perlawanan terhadap pemerintah. Sedangkan, masyarakat Rohingya tak melakukan perlawanan terhadap sikap pemerintah.
“Beda dengan misalkan di Filipina Selatan, mereka melawan. Atau (Kelompok) Patani dulu melawan, pemerintah Bangkok. Ini enggak kok (Rohingya),” kata dia.
Menurut dia, etnis Rohingya merupakan masyarakat yang sangat lemah yang hanya menginginkan kewarganegaraannya di Myanmar. Said pun menyebut tindakan pemerintah Myanmar yang membantai anak-anak dan warga Rohingya sangatlah kejam.
“Rakyat yang sangat lemah, yang ingin mendapatkan kewarganegaraan, mereka nggak dapat. Itu saja. Sungguh kejam, sungguh sangat kejam kalau sama anak kecil saja bantai,” ujar Said.