REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik berkepanjangan Rohingya, Myanmar, diungkapkan salah seorang pengungsi Rohingya yang tinggal di Indonesia, Kamrullah, tidak akan selesai jika seluruh dunia tidak bersatu. Pemerintah akan terus membakar-bakar wilayah Rohingya hingga tidak ada yang tersisa.
"Itu pemerintah Turki, Iran, Indonesia, PBB, seluruh dunia harus bersatu dulu baru bisa melawan pemerintah Myanmar. Jika tidak, mereka akan bakar terus Rohingnya. Karena lihat saja itu kemarin, habis PBB security council, keesokkan harinya pemerintah kembali bakar-bakar," kata Kamrullah saat dihubungi Republika.co.id via telepon, Jumat (1/9) malam.
Jika dunia lama dalam memberikan tindakan, ia mengungkapkan warga Rohingya akan terlanjur habis terbunuh. Menurut dia, itu yang memang menjadi keinginan pemerintah. Ia pun terpaksa mengungsi setelah dia berpindah ke kota lain di Myanmar, baru berpindah ke Indonesia bersama keluarganya.
Tidak hanya soal penanganan untuk Rohingya, Kamrullah ingin pemerintah Indonesia cepat terima isu mereka di security council. Dia pun ingin pemerintah Indonesia memberikan kewarganegaraan tetap dari pemerintah Indonesia.
"Saya sudah tujuh tahun tinggal di Indonesia. Anak saya lahir di Indonesia, tapi tidak dibolehkan memiliki akta kelahiran. Bagaimana masa depananak kami. Jadi kami ingin pemerintah Indonesia kasih kami kewarganegaraan," kata pengungsi Rohingya yang saat ini tinggal di Jalan Karet Pedurenan, Jakarta Selatan.
Kamrullan menceritakan konflik yang sudah terjadi sejak 1942 itu telah memakan korban hingga jutaan jiwa. Penduduk yang semula mencapai tiga juta jiwa, sekarang menurut dia mungkin hanya tersisa ratusan ribu jiwa saja. Pada empat tahun belakang mungkin saja sudah berkurang, tapi di 2017, konflik kembali parah.
Untuk itu, mewakili warga Rohingya yang mengungsi di Indonesia, Kamrullah menyatakan: We Rohingyas demands immediately, To Send UN Security Forces Immediately, To Send International Humanitarian Assistance Immediately (food and health care), To Stop Genocide Immediately, To Send International Freedom Media Immediately.