REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tim gabungan dari Kementerian Perhubungan, Dishub Kota Bandung, Satpol PP, kepolisian dan Daop 2, melakukan survei untuk menutup jalur perlintasan kereta api sebidang di Kiaracondong Kota Bandung, Rabu (30/8). Menurut Pelaksana Tim Survei, Direktorat Keselamatan Perkeretaapian, Lilik Mujaki, tim melakukan survei untuk menginventarisasi kebutuhan sarana prasaran sebelum dilakuman penutupan perlintasan sebidang.
"Kami melakukan survei tahap awal untum identifikasi kalau perlinatas di tutup dampak ke transportasi seperti apa dan rambu apa saja yang dibutuhkan," ujar Lilik kepada wartawan usai meninjau perlintasan sebidang kereta api di kawasan Kiaracondong, Kota Bandung, Rabu(30/8).
Dirjen Perhubungan Darat, kata dia, tak hanya akan menutup jalur perlintasan kereta api sebidang di Kiaracondong Kota Bandung saja. Namun, akan menutup jalur di Cimindi-Cimahi juga.
"November akan ditutup. Sekarang, kami sedang melakukan survei lapangan dan segera melakukan sosialisasi kepada masyarakat mulai September-Oktober," katanya.
Lilik mengatakan, dua perlintasan sebidang ini dipastikan akan ditutup setelah seluruh proses tahapan mulai dari survei hingga sosialisasi selesai dilakukan. "Ini survei kedua kalinya. Kami sedang mengidentifikasi apa dampak dari ditutupnya perlintasan ini, terutama angkutan umum. Ini sudah kami lakukan dengan instansibterkait sejak 3 bulan lalu," katanya.
Penutupan ini dilakukan, kata dia, berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan Peraturna Menteri Nomor 36 Tahun 2011 tentang Persinggungan Jalur KA dengan Jalan Raya jalur sebidang ini tidak diperbolehkan.
Penutupan jalur sebidang ini, kata dia, tidak hanya dilakukan di Kota Bandung dan Cimahi. Pemerintah, akan terus melakukan penutupan jalur sebidang mulai dari DKI Jakarta, Tangerang, Depok, Solo, dan Yogyakarta.
"Lintas selatan akan menjadi target selanjutnya penutupan jalan sebidang. Karena jalan KA masih single track. Tapi, pemerintah daerah harus menyediakan underpass atau flyover," katanya.
Terkait dampak penolakan dari warga, kata Lilik, reaksi penolakan akan tetap terjadi di masyarakat. Namun, upaya ini untuk mengurangi angka kecelakaan di perlintasan sebidang KA yang dinilai cukup tinggi.
"Kami sudah sering menerima penolakan. Tetapi, harus ada yang dikorbankan. Apakah nyawa atau kepentingan warga yang harus bertambah panjang perjalanan," katanya.