REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, akan meresmikan fasilitas wisata flying fox di Desa Gedangsari Gunungkidul besok. Dengan adanya wahana ini diharapkan mampu membantu pertumbuhan ekonomi di Gunungkidul, khususnya Desa Gedangsari.
Gedangsari merupakan desa yang miskin. Untungnya kini sudah ada industri batik dan flying fox. "Semoga masyarakat juga tumbuh ekonominya," kata Sultan HB X pada wartawan di Kepatihan Yogyakarta, Selasa (29/8).
Menurut Sultan, flying fox di Desa Gedangsari tersebut merupakan yang terpanjang di Asia Tenggara yaitu 623 meter. Setiap orang yang hendak mencoba wahana ini, membayar Rp 100 ribu. Pemasukan dari wahana ini akan berputar di desa. "Belum lagi di situ pasti akan tumbuh rumah makan dan orang berjualan suvenir dan lain-lain. Otomatis ada perputaran uang di desa," kata dia.
Kepala Bidang Destinasi Dinas Pariwisata DIY, Aria Nugrahadi, mengatakan flying fox yang dibangun sejak November
2016 dan jadi Januari 2017 merupakan sumbangan murni dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono sekitar Rp 500 juta untuk pemerintah desa. Uang tersebut masuk ke rekening pengelolaan desa.
Di samping itu dari Pemda DIY, dalam hal ini Dinas Pariwisata DIY, juga menganggarkan untuk parkir seluas 400 meter senilai Rp 200 juta. Anggaran tersebut berasal dari APBD 2017. Saat ini tempat parkir sudah jadi.
Aria mengatakan lokasi flying fox tersebut secara visual menarik sekali. Tingginya bervariasi antara 30 hingga 40 meter. Berada di atas bukit naik ke bukit. Pemandangan kanan dan kiri Rawa Jombor Klaten. ''Meskipun flying fox panjang, masyarakat tidak perlu takut, karena yang men-set up tim khusus yang profesional dan kecepatannya tidak terlalu kencang dan nyaman," kata dia.