Selasa 29 Aug 2017 14:12 WIB

Idul Adha Kuatkan Solidaritas Kemanusiaan

Sapi limosin menjadi hewan kurban di Hari Raya Idul Adha 1437 Hijriah.
Foto: istimewa
Sapi limosin menjadi hewan kurban di Hari Raya Idul Adha 1437 Hijriah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakikat Idul Adha adalah kembali kepada pemahaman nilai qurban yang berpangkal dan konsep keimanan dan kemanusiaan, dua pilar terpenting peradaban manusia. Karena itu, Idul Adha momentum menguatkan solidaritas kemanusiaan ditengah berbagai gangguan yang dihadapi bangsa Indonesia.

"Dengan Idul Adha kita bisa memperkuat keimanan dan rasa kemanusiaan. Apalagi bangsa Indonesia saat diuji oleh sindikat penyebar kebencian berbasis SARA seperti yang dilakukan kelompok Saracen," ungkap Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKB KH. Maman Imanulhaq di Jakarta, Selasa (29/8).

Kang Maman, panggilan karib KH Maman Imanulhaq, menjelaskan kata qurban mengandung tiga makna yang sarat dengan pelajaran moral (i‘tibar) yang bisa membekali manusia untuk memperjuangkan nilai-nilai Ilahiah serta kemanusiaan. Pertama, qurban bermakna taqarrub, yakni mendekatkan diri kepada Allah. Kedekatan antara hamba dan pencipta (khalik)-nya tidak mungkin terjadi jika sang hamba berjiwa kotor, berhati keras, dan berpikiran jahat. Untuk itu, ketika takbir Idul Adha datang menyapa relung batin manusia, maka kesadaran nurani yang selama ini tertutup nafsu, ambisi, dan kepentingan pribadi harus tergugah.

Menurutnya, Allah Maha Dekat yang kedekatannya melebihi urat nadi manusia hanya bisa didekati dengan keseriusan berzikir dan keinginan kuat membenahi sikap keberagamaan yang selama ini telah ternodai oleh kesombongan, ketakaburan, dan kepongahan. Zikir kepada Allah (dzikrullâh) adalah upaya untuk menyucikan hati, menenteramkan hati, dan mengkhusukkan kalbu sehingga seseorang mampu berendah hati serta berintrospeksi terhadap kesalahan dan kekeliruan sendiri tanpa harus mencari kesalahan orang lain.

"Kecenderungan manusia untuk melakukan kemungkaran dan kezaliman bisa diminimalisir, bahkan ditepis dengan zikir. Dengan zikir, hati yang selama ini gelap dan tersesat akan kembali disinari nur Ilahi sehingga prasangka, dendam, dan amarah akan melembut menjadi cinta kasih," tutur Ketua Lembaga Dakwah PBNU ini.

Ia mencontohkan, ketika ada hamba yang diterpa musibah dan bencana silih berganti, dalam hati yang gelap ia bertanya tentang pertolongan Allah. Menurut Kang Maman, pertanyaan itu muncul dari keraguan dan prasangka terhadap Allah. Hal itulah yang membuat selama ini, banyak orang yang mengharap pertolongan Allah justru sering berbuat aniaya terhadap dirinya dan orang lain (zalim).

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement