Rabu 23 Aug 2017 19:30 WIB

KPK Sudah Menduga Kemunculan Wacana Revisi UU KPK

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Foto: Republika/ Wihdan
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengaku sudah menduga akan adanya isu revisi UU KPK. "Kami sudah menduga, isu revisi UU KPK akan muncul. Sebenarnya ini isu lama yang digulirkan. Ada draf juga dari pihak DPR yang dibicarakan di sejumlah kampus," ujar Febri saat dikonfirmasi, Rabu (23/8).

Febri mengatakan, beberapa kali upaya untuk melemahkan KPK terbaca di draf revisi sebelumnya. Seperti kewenangan penyadapan yang membuat KPK tidak lagi bisa menuntut terdakwa korupsi ke pengadilan, bahkan pembatasan waktu kerja KPK.

"Tapi kita tentu percaya dengan apa yang pernah disampaikan Presiden, yang tidak akan merevisi UU KPK saat ini dan tetap akan memperkuat KPK dan upaya pemberantasan korupsi. Bagi KPK pun, sekarang kami bisa bekerja semaksimal mungkin dengan UU yang ada saat ini," terang Febri.

Febri menambahkan, bila nanti kewenangan KPK untuk menuntut dicabut, maka para tersangka yang sedang diproses saat ini, termasuk kasus KTP-elektronik tidak akan bisa diajukan KPK ke pengadilan. "Apakah itu yang diinginkan," ucap Febri.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR-RI, Fahri Hamzah mengatakan, revisi undang-undang KPK sudah bisa dipastikan. Hal tersebut, lanjut dia, bisa dilihat dari rekomendasi sementara yang diberikan oleh Pansus Hak Angket KPK.

Fahri mengatakan, revisi UU KPK tentunya akan melibatkan Presiden Joko Widodo. Oleh karena itu, dia meminta Presiden dan Wakil Presiden mengkaji laporan dan temuan-temuan dari Pansus hak Angket KPK dan memandang secara positif.

Jika Presiden menyetujui rekomendasi sementara dari Pansus Hak Angket tersebut, dia mengatakan, maka langkah selanjutnya akan digelar Prolegnas dan membahas rekomendasi yang diberikan Pansus Hak Angket KPK. DPR berencana memanggil Presiden Joko Widodo untuk membahas temuan-temuan yang didapat oleh Pansus Hak Angket KPK.

Fahri melanjutkan, kedatangan Presiden untuk membahas rekomendasi Pansus tidak bisa diwakilkan. Sebab, menurut dia, akan ada anggapan presiden Joko Widodo lepas tangan terhadap penindakan korupsi jika tak hadir dalam panggilan DPR. "Bisa dibilang Presiden lepas tangan terhadap pertanggungjawaban pemberantasan korupsi, dan ini merupakan satu kesalahan fatal," jelas dia.

Dian Fath

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement