Rabu 23 Aug 2017 12:29 WIB

Pencabutan Izin First Travel Bisa Hambat Berangkatkan Jamaah

Rep: Umar Muchtar/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah jamaah korban dugaan penipuan perjalan umrah First Travel mendatangi posko pengaduan korban PT First Travel di Kantor Bareskrim Polri Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (22/8).
Foto: Mahmud Muhyidin
Sejumlah jamaah korban dugaan penipuan perjalan umrah First Travel mendatangi posko pengaduan korban PT First Travel di Kantor Bareskrim Polri Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (22/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada Selasa (22/8) kemarin mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT First Anugerah Karya Wisata alias First Travel. Biro jasa travel umroh ini sekarang berada dalam keadaan PKPU sementara selama 45 hari ke depan terhitung sejak 22 Agustus kemarin.

Ahli Hukum Perdata Ricardo Simanjuntak menjelaskan, pihak First Travel dalam rentang waktu itu harus berusaha meyakinkan para pengurus yang diangkat majelis hakim niaga bahwa mereka layak untuk dilanjutkan ke proses PKPU Tetap setelah melewati masa 45 hari itu.

"Jadi debitur (First Travel) harus menyerahkan semua data ke pengurus, untuk meyakinkan bahwa mereka layak untuk terus," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (23/).

PKPU Sementara yang diputuskan pada sidang Selasa (22/8) kemarin, itu hanya untuk melihat kemampuan perusahaan dalam melunasi utangnya kepada para nasabah First Travel. Sedangkan PKPU Tetap, bisa terjadi jika para nasabah sebagai kreditur menyetujui untuk lanjut ke PKPU Tetap.

Dalam masa PKPU Sementara itu, pengurus akan mengecek seluruh dokumen yang dimiliki perusahaan. Misalnya, dengan memeriksa keadaan aset milik First Travel. Selain itu, pengurus tentu juga mengecek status First Travel sebagai perusahaan yang terdafar di pemerintah.

Dari semua itu, pengurus akan melihat kemampuan First Travel melaksanakan usulan perdamaiannya. Jika memberangkatkan umroh nasabah menjadi opsi yang paling mudah dilakukan First Travel, pengurus akan memeriksa kekuatan dana dan status perusahaan.

Bila memang betul First Travel telah dicabut izinnya oleh pemerintah, biro travel umroh ini jelas tidak akan bisa memberangkatkan nasabahnya. Berdasarkan pasal 142 huruf f UU Perseroan Terbatas, perusahaan dinyatakan bubar jika izin usahanya dicabut sehingga mewajibkan perseroan melakukan likuidasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian pada pasal 142 ayat 2 huruf a, maka kemudian wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator.

Karena itu, Ricardo menjelaskan, pihak First Travel harus berupaya agar Kementerian Agama menarik pencabutan izin usahanya. Bila pencabutan izin tersebut ditarik pemerintah, maka perusahaan baru bisa memberangkatkan umroh para jamaah.

Cara lainnya yaitu jika ada pihak ketiga, yakni investor atau perusahaan travel umroh, yang bersedia memberangkatkan jamaah First Travel. Konsekuensinya, First Travel kembali berutang dengan pihak ketiga itu.

"Pengurus akan melihat sampai sejauh mana dukungan-dukungan yang akan diberikan oleh pihak ketiga terhadap proposal perdamaian yang diajukan. Kalau misalnya memberangkatkan jamaah berarti biayanya harus mencukupi dan izin-izinnya harus bisa dipastikan akan diperoleh," kata dia. (umar mukhtar)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement