Selasa 22 Aug 2017 23:37 WIB

Indonesia Kekurangan Penyuluh Pertanian

Lahan pertanian (ilustrasi).
Foto: VOA
Lahan pertanian (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kepala Badan Penyuluh dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan) Momon Rusmono mengemukakan Indonesia masih kekurangan tenaga penyuluh pertanian, khususnya yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

"Idealnya setiap desa, apalagi desa potensial, minimal ada satu orang pendamping atau penyuluh pertanian. Namun, jumlah penyuluh pertanian yang kita miliki sangat terbatas, sehingga satu penyuluh bisa menangani lebih dari satu desa," katanya di Malang, Jawa Timur, Selasa.

Momon mengatakan jumlah penyuluh pertanian yang ada saat ini sekitar 44 ribu orang, sedangkan jumlah desa potensial sekitar 72 ribu, sehingga kekurangan jumlah penyuluh pertanian tersebut cukup besar. Untuk mensiasati kekurangan tenaga penyuluh pertanian tersebut, bisa dilakukan dengan adanya penyuluh swadaya.

Bahkan, lanjutnya, kalau memungkinkan setiap desa juga memiliki pos penyuluh pertanian dan penyuluh pertaniannya juga direkrut dari lingkungan desa setempat. "Penyuluh swadaya ini akan sangat membantu kinerja petani," ucapnya.

Menyinggung rencana transformasi pendidikan dari Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) menjadi Politeknik Pembangunan Pertanian, Momon mengakui ada 10 STPP yang bakal berubah statusnya, termasuk STPP Malang.

Sejumlah STPP yang bakal berubah menjadi Politeknik itu di antaranya adalah STPP Medan, Bogor, Magelang, Malang, Gowa, dan Monokowari, serta STPP Magelang cabang Yogyakarta.

Momon mengatakan ada beberapa dampak positif dari perubahan transformasi pendidikan tinggi tersebut, seperti profil lulusan, dimana filosofi awal STPP yang berorientasi kepada pendidikan kedinasan untuk meningkatkan kompetensi penyuluh pertanian dari terampil menjadi ahli, sehingga sampai sekarang lulusannya hampir seratus persen menjadi PNS.

Sebagi Politeknik Pembangunan Pertanian, orientasinya adalah bagaimana menciptakan wirausaha muda pertanian sebagai job creator, dan menciptakan tenaga ahli di bidang pertanian sebagai job seeker. "Kondisi terus berkembang, sehingga perlu penyesuaian untuk memenuhi kebutuhan pasar," ujarnya.

Menyinggung penerimaan mahasiswa baru, yakni jalur umum melalui test, jalur undangan yakni anak petani yang berprestasi dan direkomendasikan balai penyuluh kecamatan, jalur tugas belajar, dan jalur kerja sama dengan pemda. Dengan catatan, pemda tersebut memfasilitasi apakah sebagai job creator atau job seeker untuk mengembangkan lulusan dan itu dituangkan dalam MOU.

Menurut Momon, dampak dari transformasi itu adalah program studi. Hampir setiap STPP memiliki 2 program studi dan nantinya dikembangkan menjadi beberapa program studi. Selain program studi, sarana dan prasarana juga harus disiapkan karena jumlah mahasiswa yang diterima juga bakal bertambah.

"Tahun ini kita menerima 1.200 mahasiswa dan lima tahun ke depan paling tidak 3.600 mahasiswa baru, demikian juga dengan jumlah dosen, dari 205 orang dosen yang kita miliki sekarang ini menjadi 400 pada tahun 2021 . Metode pembelajaran pun juga akan berubah, sebab ke depan yang kita terapkan adalah 'teaching vactory'," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement