Selasa 22 Aug 2017 19:17 WIB

Serapan Anggaran Sumbar Masih Lambat

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
Anggaran daerah (ilustrasi)
Foto: Antara
Anggaran daerah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  PADANG -- Realisasi serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) masih berjalan lambat. Catatan pemerintah, capaian belanja tak langsung sepanjang semester I-2017 baru 38,54 persen dari alokasi belanja yang tertuang dalam APBD 2017 yakni sekitar Rp 6,2 triliun.

Sementara, belanja langsung termasuk belanja modal baru 31,96 persen. Tak hanya itu, sebagian besar Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) baru membelanjakan 20 persen anggaran belanja yang dialokasikan.

Tercatat, masih ada 17 OPD dengan realisasi anggaran dalam rentang 0-30 persen dan 19 OPD dengan realisasi belanjanya baru 30-40 persen. Sementara sisanya, hanya empat OPD yang tercatat bisa merealisasikan belanja hingga 46,84 persen. 

Beberapa OPD yang mencatatkan realisasi serapan anggaran yang rendah adalah Dinas Pariwisata yang baru 6,34 persen, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebesar 9,31 persen, Dinas PU dan Tata Ruang dengan serapan anggaran 16,91 persen, dan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dengan serapan anggaran 19,23 persen. 

Wakil Ketua DPRD Sumatra Barat Arkadius Dt Intan Bano meminta Pemerintah Provinsi untuk memperbaiki kinerja OPD dan mempercepat proses lelang. Hal ini juga sejalan dengan pembahan Rancangan Peraturan Daerah APBD Perubahan 2017 yang akan rampung September mendatang.

Menurutnya, serapan anggaran yang rendah memberikan risiko bagi Sumatra Barat untuk mendapatkan "cipratan" Dana Alokasi Umum (DAU) yang lebih rendah. Hal ini lantaran pemerintah pusat sudah menjatuhkan ultimatum bagi seluruh pemerintah daerah untuk menggenjot serapan anggaran. Bila tak tercapai, maka pemangkasan DAU adalah ganjaran yang harus diterima. 

"Makanya kami minta kepada pemprov supaya memacu percepatan serapan anggaran melalui proses tender. Ini harus dipercepat. Sehingga dana-dana yang sudah dialokasikan bisa digunakan," ujar Arkadius ditemui di DPRD Sumbar, Selasa (22/8). 

Arkadius juga mendesak Pemprov Sumbar untuk bisa memberikan perlindungan hukum kepada OPD agar bisa melakukan lelang secara cepat. Apalagi, ada kehati-hatian yang dilakukan oleh seluruh OPD lantaran seringnya penyelewangan yang dilakukan dalam proses tender proyek. 

"Sebetulnya OPD perlu ada perlindungan dan dorongan. Yang penting kan tidak melanggar hukum," ujar Arkadius.

Gubernur Sumatra Barat mengakui bahwa serapan anggaran di Sumatra Barat belum optimal. Meski belum ada angka pasti, Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno mengakui bahwa serapan anggaran hingga awal semester II 2017 lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu.

Lambatnya serapan anggaran secara keseluruhan ini dikontribusikan belum optimalnya penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK). Namun penjelasan Irwan ini ditujukan untuk pendapatan yang berasal dari dana perimbangan. Lambatnya serapan anggaran dari DAK, menurut Irwan, lantaran petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis DAK dari pusat yang tidak tepat waktu. 

Meski begitu, Irwan menilai bahwa fenomena perlambatan serapan anggaran di daerah juga terjadi di provinsi lain selain Sumbar. Penyebabnya sama, juklak dan juknis DAK yang molor. Namun Irwan meyakini bahwa serapan khusus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daeran (APBD) tahun anggaran 2017 sudah sesuai target. Meski tidak spesifik menyebut angka, namun Irwan optimistis serapan anggaran bisa dikejar di akhir periode tahun anggaran 2017.

"Angkanya lupa. Year to year serapan lebih kurang sedikit dibanding tahun lalu, pertimbangannya tadi DAU DAK dan juklak juknis yang perlu proses," kata Irwan. 

Sebelumnya, pemerintah pusat berencana menyiapkan peraturan pemerintah (PP) terkait sanksi bagi kepala daerah dengan serapan anggaran daerah yang rendah. Sanksi ini bertujuan memaksimalkan kinerja para kepala daerah.

Pemerintah daerah dituntut bisa segera melakukan lelang barang dan jasa agar uang daerah bisa segera terserap. Serapan yang tinggi diharapkan bisa memutar roda perekonomian di daerah. Sebaliknya, penyaluran anggaran daerah yang tersumbat ditakutkan akan melambatkan pertumbuhan ekonomi akibat konsumsi pemerintah dan rumah tangga yang melemah. 

Catatan Kementerian Dalam Negeri, masih banyak daerah dengan serapan anggaran di bawah 50 persen hingga Agustus 2017 ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement