Selasa 22 Aug 2017 18:45 WIB

Indonesia Banjir Aplikasi, AMSI: Bisnis Online Perlu Regulasi

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Budi Raharjo
Kongres Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) perdana di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Selasa (22/8).
Foto: rahma sulistya
Kongres Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) perdana di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Selasa (22/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kongres perdana Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) yang dihadiri pemimpin redaksi (pemred) media massa seluruh Indonesia, membahas juga soal regulasi media-media yang dibuat oleh publik. Kategori media buatan publik yang sudah membanjiri dunia maya, itu bisa hasilkan bisnis online dan memerlukan regulasi.

Ketua Presidium AMSI, Wenseslaus Manggut, melihat dalam waktu belakangan ini memang banyak aplikasi-aplikasi yang membanjiri dunia maya. Akhirnya banyak pebisnis beramai-ramai melirik ke media digital, karena pasarnya yang luar biasa besar.

"Media digital Indonesia menjadi satu bagian dari market yang luar biasa besar, dan media digital di Indonesia sangat banyak jumlahnya. Ada sekitar 43 ribu media digital dari Sabang sampai Merauke. Coba bayangkan bagaimana ini mengurusnya," kata Wenseslaus dalam Kongres Pertama AMSI di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Selasa (22/8).

Bahkan, banyak media yang tumbuh dan dibesarkan oleh kekuatan politik serta dibangun dengan asal-asalan yang kemudian menimbulkan masalah. Dua sampai empat bulan ke depan kita akan punya problem besar seperti fake news dan hoax.

Kemudian, media-media resmi yang jumlahnya sangat sedikit, harus ikut tenggelam di sana. Sementara, lanjut Wenseslaus, media-media resmi ingin bekerja secara serius, karena belajar jurnalisme itu harus tunduk terhadap Undang-Undang pers, dan bisa ditegur Dewan Pers kapanpun.

"Tiba-tiba secara bisnis, naik tenggelam ada di dalam sana. Sebetulnya bukan soal tenggelam dan lainnya, tapi ini soal kami mempunyai tanggung jawab besar terhadap jurnalisme. Sebenarnya, berapapun jumlah medianya tidak masalah, asal memiliki tanggung jawab yang sama pada dunia jurnalisme itu," jelas dia dengan tegas.

Media digital merasa banyak sekali startup di dunia digital. Didirikan dengan modal bambu runcing, dengan modal seadanya, bahkan ada yang hanya dengan modal Rp 20 juta saja. Kalau media yang startup seperti ini diatur dengan regulasi ketat, mereka akan tercekok sebelum berdiri.

"Karena mereka berangkat dengan modal bambu runcing, nekat. Kami ingin semua regulasi dari kami bisa didengar. Kami juga akan mendengarkan pendapat teman-teman di asosiasi atau pebisnis digital. Karena kalau mengikuti persyaratan saklek mungkin ruangannya tidak cukup," ujar Wenseslaus.

Ia melihat startup di media daerah sudah prudence secara jurnalisme, tapi tidak secara modal. Karena karyawan mereka mungkin tidak banyak. Ada yang mengeluhkan persyaratan anggota AMSI berat, tetapi AMSI terpaksa harus menganggarkan soal administrasi itu.

AMSI hadir dengan keyakinan digital dan media masa depan akan terus berkembang. Media masa depan dan juga diketahui bahwa kue bisnis digital di Indonesia, luar biasa raksasanya.

"Di FB saja kita peringkat empat. Amerika sekitar 219 juta, India 213 juta, Brazil 123 juta dan kita diangka 111 juta. Di Twitter kita masuk lim besar, di Instagram kita ada 40 juta. Ini kue bisnis yang sangat besar dan sebetulnya super user disitu dan mestinya juga superpower dalam pengurusan regulasinya, karena angka bisnisnya luar biasa besar," kata dia.

Peserta AMSI sekitar 300 orang, dan yang hadir sekitar 120 sampai 130an orang. Banyak juga yang ikut secara online. Masing-masing dari daerah mereka tinggal vote lewat aplikasi Satu Media Satu Suara.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement