Senin 21 Aug 2017 21:27 WIB

Permintaan Gedung Baru DPR Saat Capaian Legislasi yang Loyo

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
 Anggota DPR mengikuti Sidang Paripurna DPR Tahun 2017 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Anggota DPR mengikuti Sidang Paripurna DPR Tahun 2017 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Capaian legislasi DPR periode 2014-2019 baru menyelesaikan 14 undang-undang pada prioritas progam legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2017. Di tengah kinerja yang kurang baik tersebut, DPR justru menetapkan banyak target maupun tuntutan. 

Salah satunya rencana pembangunan gedung dan fasilitas infrastuktur di DPR. “Target selalu bombastis, tetapi hasil akhir selalu loyo," Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus kepada wartawan pada Senin (21/8).

DPR masih menyisakan sekitar 49 RUU yang masuk Prolegnas untuk diselesaikan tahun ini. Lucius pun menyebutkan kinerja DPR periode ini bisa jadi merupakan DPR dengan kinerja terburuk dibandingkan periode sebelumnya. "Bayangkan hampir tiga tahun bekerja mereka baru menorehkan hasil 14 RUU baru yang disahkan, padahal target prioritas selalu tak pernah mau dikurangi dari kisaran 40-50 RUU dalam setahun," ujar Lucius.

Lucius mengatakan kondisi itu juga yang membuat masyarakat kerap menolak tuntutan DPR. Kinerja DPR buruk dalam menjalankan fungsi-fungsi pokok mereka di bidang legislasi, anggaran dan pengawasan.

Padahal, dia menuturkan, tuntutan publik tak banyak yakni DPR bisa membuktikan bekerja mengejar target prioritas legislasi yang direcanakan. "Sayangnya justru dalam hal itu DPR tak pernah nampak serius bekerja. Mereka tanpa rasa bersalah dan malu menyaksikan hasil UU baru yang disahkan jauh panggang dari api. 

Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengakui memang RUU yang telah diselesaikan hingga saat ini belum ada setengah dari jumlah target penyelesaian dari 49 RUU. Namun, menurut dia, kendala tersebut bukan hanya berasal dari DPR, tetapi juga Pemerintah. 

"Dalam hal ini adalah komisi tapi sebenernya kendala itu lebih banyak ada di pemerintah karena ini kan harus mendapat pembahasan bersama," ujar Supratman.

Supratman mengungkapkan, kendala yang juga berasal dari pemerintah yakni banyak Undang-undang yang sudah dibahas oleh DPR, namun tak kunjung disertakan Daftar Inventarisasi Masalah  (DIM). "Contohnya RUU pertembakauan dan RUU ASN. Itu DIM-nya belum ada. Nah, itu kendalanya ada disitu bukan semata-mata ada di DPR," ujarnya.

Menurutnya, itu menjadi salah satu faktor mendasar RUU tidak kunjung selesai. Faktor lainnya yakni pembahasan materi rancangan undang-undang yang membuat adanya tarik-menarik antarfraksi maupun fraksi dan pemerintah. 

Kendati demikia, politikus Partai Golkar ini meyakini banyak RUU yang akan disahkan dalam masa sidang kali ini. Terlebih dari 49 RUU tersebut, banyak RUU yang sebenarnya sudah dalam pembahasan tingkat I DPR. 

"Baleg ada rancangan undang-undang yang kita berkomitmen untuk segera menyelesaikan yakni UU tentang Karantina Kesehatan. itu akan segera kita selesaikan. Termasuk juga Revisi tentang MD3 di masa persidangan ini juga kami berkomitmen untuk menyelesaikan itu dan kelihatannya fraksi-fraksi juga sudah bersepakat," ujarnya.

Ia juga menyebut dari RUU yang belum diselesaikan memang banyak RUU luncuran dari tahun sebelumnya. Namun, Supratman optimistis baik DPR dan pemerintah berkehendak menyelesaikan RUU tersebut.

"Seperti KUHP, kami optimistis untuk menyelesaikan pada akhir tahun ini, insya Allah, selesai. Termasuk teroris, saya dengar, saya barusan ngobrol dengan ketua Pansus Terorisme (Muhammad Syafi’i), beliau katakan bahwa terhadap isu-isu krusial itu sudah ada kesepakatan antara pemerintah dan fraksi-fraksi," kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement