REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Pengadilan Agama Cianjur, Jawa Barat mencatat tinggi angka perceraian di daerah ini karena faktor ekonomi yang berujung terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Humas Pengadilan Agama (PA) Cianjur Atin Dariah, di Cianjur, Ahad, mengatakan pada periode Januari hingga Juli gugatan cerai yang masuk ke PA Cianjur sebanyak 6.000 perkara. Sebagian besar gugatan karena faktor ekonomi yang berujung tejadi KDRT.
"Sebanyak 2.500 perkara sudah dikabulkan PA Cianjur, dan dari jumlah tersebut sebagian besar penggugat merupakan pihak perempuan dengan usia antara 25 tahun hingga 40 tahun. Faktor ekonomi menjadi penyebab gugatan, sekitar 2.500 gugatan yang telah dikabulkan," katanya lagi.
Jumlah pemohon gugatan cerai itu, ujar dia, mengalami kenaikan sekitar 20 persen dari tahun sebelumnya. "Kenaikannya tinggi, meskipun baru memasuki tengah tahun," katanya pula.
Tingginya angka gugatan cerai tersebut, membuat PA Cianjur menyediakan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) bagi pemohon yang membutuhkan bantuan atau pendampingan kuasa hukum dalam memproses perkaranya.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Cianjur Moch Ginanjar mengatakan, peningkatan jumlah gugatan cerai di PA Cianjur berdampak pada tinggi warga yang melakukan perubahan status perkawinan dalam data kartu keluarga (KK) dan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
Namun pihaknya sering menemukan adanya pemohon perubahan status perkawinan tanpa dilengkapi dengan akta cerai dari PA, sehingga tidak dapat mengabulkan pemohon yang tidak dilengkapi dengan akta cerai tersebut.
"Kami akan berkoordinasi dengan PA Cianjur untuk mengetahui kendala yang menyebabkan masih adanya warga yang tidak memiliki akta perceraian, karena merupakan dokumen kependudukan yang sangat penting," katanya pula.