REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil meresmikan Kampung Toleran. Menurut Ridwan Kamil, hadirnya kerukunan di kampung yang terletak di Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, ini menambah panjang daftar yang bisa membuatnya bangga.
Sebagai pihak yang menjunjung tinggi toleransi, menurut dia, kerukunan antar umat beragama merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. "Indonesia tidak lahir dari kesamaan. Indonesia lahir dari perbedaan-perbedaan," ujar pria yang akrab disapa Emil saat meresmikan Kampung Toleransi tersebut, Ahad (20/8).
Warga di RW 04 Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung terlihat damai. Padahal, penduduknya terdiri dari berbagai latar belakang yang berbeda baik etnis maupun agama. Selain terlihat dari komposisi penduduknya, toleransi ini tercermin dari banyaknya tempat ibadah di lingkungan seluas 8,3 hektare ini.
Emil berjanji, dia akan hadir di semua lapisan masyarakat Kota Bandung, tidak hanya ada di satu golongan tertentu. "Saya wali kota semua, bukan hanya umat Islam. Semuanya akan mendapatkan yang sama, adil, proporsional," kata dia.
Di hadapan seribuan warga yang memadati Lapang Monek, tempat peresmian Kampung Toleransi, Emil kembali mengingatkan akan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan. Salah satu kuncinya adalah dengan hidup toleran tanpa pandang bulu. "Toleransi supaya bebas, tapi tanggung jawab. Boleh ngapain saja, tapi harus dengan tanggung jawab," kata dia.
Emil menjelaskan, makna toleransi adalah tak menyakiti orang yang berbeda. Lalu, jangan membuat orang tidak nyaman. Kebebasan dalam berkeyakinan, kata dia, jangan membuat tidak nyaman orang berbeda. Dia pun mengajak warga akan mengedepankan dialog dalam menghadapi setiap persoalan yang muncul. "Biasakan diskusi, musyawarah," ujarnya.
Ketua RW 04, Dayat Permana, dari 16 RT yang ada di wilayahnya, terdapat enam gereja, empat vihara, dan dua masjid. Meski hanya terdapat dua masjid, menurut Dayat warganya didominasi Muslim. Warga beragama Islam sebanyak 1.262, disusul Kristen Protestan 622, Katolik 154, dan Hindu empat orang. Selain letak rumah mereka yang berdampingan, keberadaan rumah ibadahnya pun tidak terlalu jauh.
Sebagai contoh, kata dia, Masjid Al Asro yang merupakan masjid terbesar di Kampung Toleransi ini terletak hanya sekitar 30 meter dari Gereja Rehoboth Jemaat Ebenhaezar. Aktivitas warga yang beragam ini pun terlihat menyatu karena mereka tidak mempersoalkan perbedaan kulit dan agama.
Menurut Dayat, warga di Kampung Toleran ini sering mengadakan kegiatan yang melibatkan semua unsur di dalamnya sehingga bisa semakin mempererat persatuan mereka. "Ada ronda juga, semua warga bergiliran," kata dia.
Suasana kebersamaan ini akan lebih terlihat saat adanya perayaan hari besar salah satu agama. Selain memberi kebebasan bagi warga untuk menggunakan rumah ibadah, warga lainnya yang berbeda agama pun turut terlibat untuk membantu kelancaran. "Kami di sini saling mengatur parkir kalau ada acara di salah satu tempat ibadah. Kami saling menghormati," ujarnya.
Dayat mengatakan, kepengurusan RT dan RW di wilayahnya pun dilakukan secara bergilir. Bahkan, dari 16 RT di wilayahnya, saat ini terdapat empat Ketua RT yang merupakan non-Muslim. Suasana ini, kata dia, sudah terbangun sejak lama, bahkan sejak jaman pra kemerdekaan. "Vihara Yashodara ini berdiri sejak 1929. Sekitar tahun 70-an baru berdiri masjid-masjid," kata dia.
Ketua Kampung Toleransi RW 04 Kelurahan Jamika yang juga pengurus Masjid Al Asro, Dede Taryono, berharap, dengan diresmikan sebagai Kampung Toleransi, kerukunan di wilayahnya semakin terjalin dengan baik. "Tidak hanya hidup akur, juga kami berharap kerukunan ini bisa meningkatkan perekonomian," ujarnya.
Dede optimistis, semakin banyak wilayah di Kota Bandung yang menjunjung tinggi toleransi, kualitas pembangunan akan semakin baik. "Kami sangat yakin itu. Makanya kami ingin mendukung mewujudkan Bandung Juara," kata dia.
Bagi Dede, perbedaan tidak menjadi penghalang untuk bersilaturahim. Terlebih, dalam Islam pun diajarkan mengenai pentingnya persaudaraan sesama umat, bagi seagama, sesama warga masyarakat, hingga sebangsa dan se-Tanah Air.