REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang mengkaji batas minimun biaya untuk calon jemaah umrah. Nantinya batas minimun biaya ini akan menjadi acuan bagi biro travel umrah.
"Pemerintah sedang mengkaji, mendalami plus minus manfaat mudharat dari perlu atau tidaknya batas minimal biaya umroh," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin ketika ditemui di Gedung MPR/DPR, Jumat (18/8).
Menurut Lukman, sampai saat ini pemerintah sudah melakukan beberapa pembenahan dalam layanan umrah. Misalnya saja batas minimal pelayanan yang harus diterima oleh jamaah, mulai dari standar hotel dan pesawat. Pembenahan ini agar biro travel tidak mematok harga yang terlalu tinggi maupun terlalu murah, sehingga berpotensi untuk merugikan jamaah.
"Maka sedang dikaji apakah perlu ada batas minimal biaya umrah dengan harapan ada batas minimal pelayanan itu betul-betul bisa dijamin, nah ini sedang didalami," kata Lukman.
Kajian batas minimal biaya umrah ini muncul setelah adanya kasus penipuan yang dilakukan oleh PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel). Kepolisian sudah menangkap Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari selaku direktur utama dan direktur First Travel. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus penipuan dan penggelapan, serta pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kini Andika dan Anniesa telah ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Akibat perbuatannya, mereka terancam hukuman lebih dari 15 tahun penjara. Sebab, dari 70 ribu jamaah yang mendaftar ibadah umrah, 35 ribu orang tidak bisa berangkat.
Kementerian Agama juga sudah mencabut izin operasional First Travel sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). Peraturan yang menjadi dasar sanksi itu adalah Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 589 Tahun 2017 per 1 Agustus 2017. Pencabutan izin dilakukan karena First Travel dinilai terbukti telah melanggar Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.