REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat (NTB) menargetkan produksi ikan kerapu pada 2017 bisa mencapai 445 ton untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor ke Hong Kong dan Cina. "Target tahun ini hanya naik sebanyak 5 ton dibanding tahun 2016," kata Kepala Bidang Perikanan dan Budi Daya, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB Sasi Rustandi di Mataram, Rabu (16/8).
Ia menyebutkan, sentra produksi yang diandalkan masih di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur. Di kawasan tersebut, relatif banyak keramba jaring apung milik nelayan yang sudah sejak lama ada untuk budi daya ikan kerapu. Selain itu, ada di Teluk Bumbang dan Teluk Awang, Kabupaten Lombok Tengah. Keramba jaring apung tersebut dihidupkan kembali setelah adanya larangan menangkap benih lobster.
Sentra lainnya adalah di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Namun, lokasinya masih sporadik. Pulau Sumbawa, lanjut Sasi, juga menjadi sentra produksi yang tersebar di Pulau Bungin, Pulau Kaung, dan Teluk Saleh.
"Kami juga ingin kembangkan budi daya kerapu hingga ke Waworada, Kabupaten Bima, karena potensi perairan lautnya cocok untuk komoditas tersebut," katanya.
Upaya menggenjot produksi ikan kerapu, kata dia, tidak hanya dengan pemberdayaan nelayan dari dana APBD provinsi dan kabupaten. Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), juga sudah menggelontorkan bantuan senilai Rp 50 miliar pada 2017.
Bantuan dalam bentuk sarana dan prasarana tersebut diberikan kepada 2.246 rumah tangga perikanan di Pulau Lombok. Bantuan itu untuk menunjang alih profesi dari menangkap benih lobster ke budi daya perikanan, salah satunya ikan kerapu.
"Kami berharap dengan adanya bantuan dari KKP untuk perikanan budi daya, target produksi ikan kerapu tahun ini bisa mencapai 500 ton," katanya.
DKP NTB bersama kabupaten, kata Sasi, juga tetap mengawal para nelayan pembudidaya, terutama dari sisi teknologi budi daya dan penanganan penyakit. Upaya memfasilitasi pemasaran hasil juga dilakukan agar para nelayan pembudidaya tidak khawatir hasil produksinya tidak laku terjual setelah masa panen.
Menurut dia, Himpunan Pembudidaya Ikan Kerapu Indonesia (Hipikerindo) siap menyerap produksi ikan kerapu dan jenis lain yang dibudidayakan oleh nelayan di NTB. "Kepastian pemasaran ini yang kadang-kadang dikhawatirkan. Pembudidaya sudah investasi satu tahun hingga Rp 200 juta satu keramba jaring apung. Kalau pemasaran terhambat tentu rugi," katanya.