REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar disebut membutuhkan uang untuk melunasi pembayaran apartemen yang diperuntukkan untuk seorang perempuan bernama Anggita Eka Putri. "Lebih lanjut, terdakwa pada waktu itu nyata sedang memerlukan dana dengan jumlah sekitar Rp 2 miliar untuk melunasi satu unit Apartemen Casa Grande Residence Tower Chianti lantai 41 unit 11 tipe 2BRD seharga Rp 2,2 miliar yang rencananya terdakwa beli secara tunai dengan cara pembelian cash keras untuk Anggita Eka Putri," kata anggota tim Jaksa Penuntut Umum Heradian Salipi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/9).
Jaksa menyampaikan hal itu saat pembancaan surat tuntutan terhadap Patrialis Akbar. Patrialis dalam perkara ini dituntut 12,5 tahun penjara dan ditambah dengan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 10 ribu dolar AS dan Rp 4,043 juta subsider satu tahun penjara karena dinilai terbukti menerima suap untuk pengurusan uji materi Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi.
"Pada 22 Januari 2017, terdakwa membayar booking fee (tanda jadi) sebesar Rp 50 juta menggunakan kartu kredit City Bank. Rencananya terdakwa akan melakukan pelunasan atas satu unit apartemen tersebut dengan melakukan pembayaran sejumlah Rp 2,15 miliar pada 3 Februari 2017 secara tunai dengan mata uang asing," tambah jaksa.
Menurut jaksa, fakta tersebut dikukung oleh keterangan Irwan Nazif yang menyatakan "Bahwa akhirnya terdakwa tertarik yang dua kamar luas 67 meter persegi, lantai 41. Nego-nego tersebut dari harga Rp 3,4 miliar hingga menjadi Rp 2,2 miliar langsung dengan Bu Leli sebagai Marketing Manager".
"Saat itu, terdakwa memberikan 'booking fee' sejumlah Rp5 0 juta dengan menggunakan kartu kredit. Setelah itu dibuat surat pesanan terdakwa sempat menanyakan apakah pembayaran bisa menggunakan uang asing itu setelah transaksi booking fee. Keterangan Irwan Nazif didukung oleh adanya fakta bahwa Anggita Eka Putri telah ditawarkan satu unit apartemen oleh terdakwa," ungkap jaksa.
Lebih lanjut, harga apartemen tersebut nyata mempergunakan mata uang rupiah. Oleh karena itu, pasti akan jauh lebih mudah dan aman apabila transaksi pembayaran dengan jumlah besar tersebut dilakukan dengan cara transfer dari rekening bank Patrialis mempergunakan mata uang rupiah, sebagaimana cara Patrialis membayar "booking fee" apartemen dimaksud dari pada membayarnya secara tunai dengan mempergunakan mata uang asing.
"Selain ada rencana pengeluaran sejumlah Rp2,15 miliar untuk melunasi pembelian apartemen, pada waktu yang bersamaan terdakwa juga memerlukan dana yang besar juga yaitu antara Rp1miliar-Rp2 miliar untuk membelikan Anggita Eka Putri satu unit rumah yang berlokasi di Cibinong dan telah di-chek unitnya," jelas jaksa.
Anggita ditawari rumah
Fakta ini didukung oleh keterangan Anggita Eka Putri "Bahwa saksi membenarkan ditawarkan rumah oleh yang bersangkutan (terdakwa) hanya untuk lihat-lihat saja, di Cibinong harganya sekitar Rp 1 miliar-Rp 2 miliar" dan "Bahwa saksi membenarkan melihat rumah itu pas kejadian, pas peristiwa sore (tanggal 25 Januari 2017)".
"Oleh karenanya apabila rencana pembelian satu unit apartemen dan satu unit rumah tersebut terealisasi, maka pada saat itu terdakwa harus menyiapkan uang antara Rp 3 miliar-Rp 4 miliar," ungkap jaksa.
Terkait perkara ini, teman dekat Patrialis, Kamaludin yang merupakan perantara suap dituntut delapan tahun penjara ditambah dengan pidana denda sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan dan kewajiban membayar uang penggantisejumlah 40 ribu dolar AS subsider sembilan bulan penjara.
Dalam surat tuntutannya, JPU KPK menjelaskan bahwa Basuki Hariman sebagai "beneficial owner" (pemilik sebenarnya) dari perusahaan PT Impexindo Pratama dan General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny terbukti memberikan uang sejumlah 50 ribu dolar AS dan Rp4,043 juta melalui seorang perantara bernama Kamaludin yang ditujukan untuk Patrialis Akbar agar mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.