Ahad 13 Aug 2017 15:21 WIB

Di-PHK Sepihak, Surat Tanah Milik TKI Ini Malah Ditahan

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Massa menuntut Pemerintah Indonesia peduli dengan nasib TKI (Ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty la'lang
Massa menuntut Pemerintah Indonesia peduli dengan nasib TKI (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Itulah nasib yang dialami seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Desa Jatisawit Lor, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Danisah (38 tahun).

Danisah menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak/interminite (dipulangkan sebelum selesai masa kontrak) dari tempatnya bekerja di Singapura. Selain itu, PT Sukses Bersama Yatfuari (SBY) Kantor Cabang Cirebon yang memberangkatkannya malah meminta ganti rugi dan menahan jaminan surat tanah berupa akte hibah atas nama suaminya, Warnadi.

''Saya hanya bekerja selama lima bulan di Singapura,'' ujar Danisah, saat mengadukan masalahnya ke Sekretariat Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Indramayu, di Desa Krasak, Kecamatan Jatibarang, akhir pekan kemarin.

Danisah menuturkan, berangkat bekerja ke Singapura pada 13 Februari 2017 dan dipulangkan pada 22 Juli 2017. Selama lima bulan bekerja, dirinya mengalami tiga kali ganti majikan.

Pertama, Danisah bekerja pada majikan bernama Nurhartini. Di rumah majikan itu, dia bekerja selama dua bulan 20 hari. Dia mengaku, sering dipukuli oleh anak majikannya namun sang majikan malah membela anaknya. Majikan kemudian mengembalikannya pada agensi dan memberi upah sebesar 457 SGD.

Majikan kedua bernama Rojainah. Di tempat itu, Danisah baru bekerja selama delapan hari. Majikan mengembalikannya ke agensi karena merasa takut setelah ada peristiwa seorang TKI asal Indramayu lainnya yang bunuh diri. Kerja selama delapan hari itu mendapat upah 20 SGD.

Majikan ketiga bernama Irnaini. Sang majikan mengembalikan Danisah ke agensi meski TKI itu baru bekerja selama satu bulan tiga hari dengan alasan tidak cocok dengan pekerjaan Danisah. Dari tempat itu, Danisah mendapat upah sebesar 88 SGD.

Danisah kemudian dipekerjakan di rumah pribadi pihak agensi Imtidad Employment Solutions bernama Aisyah. Meski telah bekerja sekitar satu bulan, dia mengaku, tidak mendapat upah.

''Saya sudah meminta ke agensi untuk memcarikan lagi majikan yang baru, tapi agensi tetap memulangkan saya,'' tutur Danisah.

Danisah akhirnya terpaksa pulang dengan biaya sendiri. Dia harus merogoh kocek sebesar 130 SGD untuk membeli tiket dan pembatalan visa.

Suami Danisah, Warnadi menambahkan, sehari sebelum isterinya dipulangkan, dirinya didatangi oleh sponsor bernama Darji. Menurut keterangan dari sponsor, karena kepulangan Danisah sebelum selesai masa potongan tujuh bulan gaji, maka pihak PT SBY Kantor Cabang Cirebon  meminta ganti rugi sebesar Rp 13.400.000. "Tapi saya tidak punya uang untuk membayarnya," kata Warnadi.

Warnadi mengaku, diajak Darji untuk menghadap pimpinan Kantor PT SBY di Cirebon sambil  membawa surat tanah sebagai jaminan. Setelah sampai di hapadan pimpinan perusahaan itu, dia pun meminta pengurangan besaran ganti rugi menjadi Rp 10 juta dan tempo waktu tiga bulan.

''Saya kemudian diminta menandatangani surat pernyataan dan menyerahkan akte hibah tanah saya sebagai jaminannya,'' keluh Wardani.

Ketua SBMI Kabupaten Indramayu, Juwarih menyatakan, akan menindaklanjuti  pengaduan dari Danisah dan mengadukan perusahaan itu  ke BNP2TKI dan Kemenaker. ''Pihak perusahaan meminta denda apalagi sampai menahan jaminan terhadap TKI yang di PHK atau di interminite, itu tidak benar,'' ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement