REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Warga yang kesulitan mendapatkan air bersih makin meluas. Di Jateng selatan bagian barat, seperti Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap, warga yang kesulitan mendapatkan air bersih makin banyak. Sumur-sumur warga yang sepekan lalu masih menyisakan air, saat ini mulai mengering.
Sardi (65 tahun), warga Desa Pegalongan Patikraja Kabupaten Banyumas, mengaku sepekan lalu sumur di belakang rumahnya masih menyisakan air. Namun sejak dua hari lalu, sumurnya sudah tidak lagi menyisakan air sehingga dia merencanakan untuk menyedot air sungai untuk kemudian diisikan ke sumurnya.
''Saya sudah meminta tukang pompa untuk menyedotkan air sungai ke sumur. Repot kalau rumah tidak ada air,'' katanya, Ahad (13/8).
Air yang disedot dari sungai, tidak langsung dialirkan ke dalam sumur. Melainkan dialirkan ke lubang parit di sekitar sumur, sehingga rembesan airnya bisa mengisi sumur. ''Dengan cara ini, air yang ada di sumur menjadi cukup bersih sehingga bisa digunakan untuk memasak,'' jelasnya.
Di Desa Pegalongan, cara seperti ini banyak digunakan warga untuk mengisi air pada sumurnya yang mengering. ''Untungnya desa kami berada di dekat Sungai Serayu yang airnya tidak pernah mengering. Meski air sumur kami kering, namun air dari Sungai Serayu masih bisa disedot untuk mengisi sumur kami,'' ujar Tirkam (52), warga lainnya.
Sumur warga yang sudah mulai mengering ini juga terjadi di Desa Langgongsari Kecamatan Cilongok. Untungnya, di sekitar desa mereka terdapat beberapa sumber air yang sejauh ini masih cukup banyak mengalirkan air. Namun karena lokasi sumber air cukup jauh, warga harus mengambil air dengan menggunakan jerigen, galon, ember yang diangkut dengan menggunakan motor atau mobil.
''Meski sumur kami sudah kering, namun kami masih beruntung karena ada sumber air yang masih mengeluarkan air. Hanya terpaksa kami harus mengambil air cukup jauh agar keluarga kami bisa memasak,'' katanya.
Kalakhar BPBD Banyumas, Prasetyo Budi Widodo mengakui, sejak beberapa hari terakhir, warga di daerah yang menjadi langganan kekeringan memang mulai merasakan dampak kemarau. Dia mengaku, di wilayahnya ada puluhan desa yang mulai terdampak kemarau.
Namun dari puluhan desa yang terdampak kekeringan, sebagian warga desa masih bisa memanfaatkan sumber air atau air sungai di dekat desa mereka untuk mendapatkan air bersih. ''Untuk itu, dalam kegiatan droping air, yang kita prioritaskan adalah desa-desa yang sudah mengalami kekeringan namun lokasinya jauh dari sumber air,'' ujarnya.
Dia menyebutkan, sejauh ini sudah melakukan droping air di belasan desa wilayah Kecamatan Purwojati dan Cilongok. ''Setiap ada permintaan droping air, kami akan langsung melakukan droping. Anggaran yang ada pada kami, cukup untuk melakukan droping air hingga 2.000 tangki air berkapasitas 5.000 liter,'' kata Prasetyo.
Meski demikian dia menyebutkan, kekeringan yang terjadi saat ini masih belum separah tahun 2015. Pada tahun itu, Prasetyo mencatat ada 55 desa yang mengalami kekeringan dan mengajukan permintaan droping air. ''Mudah-mudahan kemarau tahun ini tidak separah tahun 2015,'' katanya.
Sementara di Kabupaten Cilacap, BPBD setempat masih terus melakukan droping air ke sejumlah desa. Pada Ahad (13/8), dua unit truk tangki mengirim air ke Dusun Cibriluk dan Dusun Darmajaya Desa Cinangsi Kecamatan Gandrungmangu.
Kelakhar BPBD Cilacap, Tri Komara, menyebutkan, desa-desa yang selama ini sudah mendapat pasokan air adalah desa-desa di wilayah Cilacap Barat. ''Selama ini, wilayah Cilacap Barat memang menjadi wilayah langganan kekeringan bisa musim kemarau,'' katanya.
Antara lain, sebagian wilayah Kecamatan Kawunganten, Bantarsari, Patimuan, Gandrungmangu, Jeruklegi, Kesugihan, Cipari, Kampung Laut, Karang Pucung, Kedungreja, Adipala, Wanareja, Cimanggu dan Majenang.
Menurut Tri, Kecamatan Kawunganten menjadi langganan kekeringan karena berada di daerah dataran rendah. Wilayah itu terpengaruh pasang rob air laut. Saat musim kemarau, warga tidak bisa menggunakan air sumur karena airnya berubah menjadi keruh dan berbau karat besi. Selain Kawunganten, dua kecamatan lain seperti Patimuan dan Bantarsari, juga rawan bencana kekeringan tingkat tinggi.