REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan membatasi penggunaan jalan bagi kendaraan pribadi yang melintasi area kawasan angkutan massal cepat (AMC) khususnya trem. "Pembatasan penggunaan jalan dilakukan karena jumlah kendaraan yang melintas cukup pesat, sementara prasarana terbatas," kata Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya Irvan Wahyudrajad di Surabaya, Sabtu (12/8).
Ia mengatakan Dishub Surabaya akan mengenakan tarif terhadap kendaraan yang melintas di area yang dilalui trem. Hal ini dilakukan bersamaan dengan pembangunan sistem pendukung trem seperti trunk (sejenis bus) dan feeder (sejenis minivan) di beberapa kawasan seperti Darmo, Urip Sumoharjo, Basuki Rahmat, Panglima Sudirman serta Tunjungan.
Bahkan, lanjut dia, Dishub sudah menyiapkan traffic demand management yakni manajeman pengendalian lalu lintas. "Sebenarnya ada beberapa pilihan, skemanya bisa three in one (pelat nomor) ganjil genap, bisa jalan berbayar atau road pricing,“ katanya.
Tujuan pembatasan kendaraan pribadi yang melintas di kawasan tertentu agar angkutan umum bisa berkelanjutan atau sustainable. Sebab, targetnya adalah memindahkan pengguna angkutan pribadi ke angkutan massal. "Di beberapa negara sebenarnya sudah lama diterapkan, bahkan di Singapura sejak 1980-an," ujarnya.
Ia mengaku sudah merampungkan kajian manajemen pengendalian atau pembatasan perjalanan tersebut. Tahun depan, lanjut dia, pihaknya akan mengajukan rancangan peraturan daerah (Raperda) ke DPRD Surabaya.
Namun, ia mengaku dalam kajian tersebut tidak menyebutkan besaran tarifnya, meski tetap mengikuti keinginan dan kemampuan masyarakat. "Kalau tarif harus ada kesepakatan dengan dewan. Tapi minimal acuannya, sekali parkir mobil berapa besarnya dikalikan setahun," katanya.
Irvan mengatakan besaran tarif yang dikenakan kepada pengguna jalan akan digunakan untuk mensubsidi pengguna angkutan umum. Mengenai tarif, bentuknya bisa stiker atau "elektronic road pricing" (ERP).