REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan sebetulnya di Kawasan Malioboro sudah ada tempat penampungan limbah lemak dan non lemak. Masalahnya para pedagang kaki lima (PKL) tertib atau tidak.
"Saya sudah bilang soal limbah lemak yang dibuang oleh PKL penjual makanan itu yang diberi tahu pelayannya bukan bosnya (pemilik usaha makanan tersebut). Karena yang membuang limbah itu pelayannya. Karena itu yang dikasih pemahaman jangan membuang sampah (limbah lemak) seenaknya sendiri," kata Sultan HB X pada wartawan saat dimintai pendapatnya masalah limbah lemak yang ada di kawasan Malioboro, di Kepatihan Yogyakarta, Jumat (11/8).
Menurut Sultan, kalau bosnya yang diberi tahu, belum tentu oleh bosnya disampaikan ke pelayannya. Pelayannya mungkin kurang memahami soal pembuangan limbah lemak, sehingga perlu pembelajaran. "Kalau pelayan itu mudah pemahamannya, tentu tidak akan bekerja sebagai pelayan," kata Sultan.
Ia menjelaskan, limbah lemak itu harus dibuang di tempat penampungan limbah lemak, kemudian disedot dibuang ke tempat lain. "Masalahnya sekarang pelayan penjual makanan di Malioboro itu membuang limbah lemak di tempat yang betul atau tidak. Atau hanya dimasukkan ke dalam kalen (saluran air bukan bak limbah lemak). Kalau dimasukkan ke dalam kalen pasti tersumbat," kata Sultan.
Terkait masih belum tertibnya masyarakat dalam membuang sampah secara umum, menurut Sultan, harus diajari dan diberi tahu berulangkali. "Karena kita belum ada dalam strata yang sama terkait dengan kebersihan. Kalau masyarakat Yogyakarta belum tertib, dan masyarakat luar Yogyakarta juga belum tertib, hal ini harus sama-sama diajari," ujarnya.