Kamis 10 Aug 2017 21:53 WIB

Lewat Lukisan Megawati Ajak Hidupkan Kembali Karakter Bangsa

Pengunjung melihat Pameran Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa (1/7). Pameran bertajuk Senandung Ibu Pertiwi tersebut menyajikan 48 karya dari 41 perupa.
Foto: Antara
Pengunjung melihat Pameran Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa (1/7). Pameran bertajuk Senandung Ibu Pertiwi tersebut menyajikan 48 karya dari 41 perupa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati menyampaikan pentingnya bagi generasi muda Indonesia menghidupkan kembali rasa keaslian dan kemurnian karakter asli bangsa yang tergambarkan dari lukisan-lukisan karya pelukis terdahulu.

"Dari dulu kita tahu bahwa karya lukisan ini adalah seni dan hasil dari berpikir yang luar biasa. Sejak kecil saya terbiasa dengan seni lukis sehingga bisa menikmati keindahannya," kata Megawati saat menyaksikan pameran lukisan Koleksi Istana Kepresidenan berjudul 'Senandung Ibu Pertiwi', di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Kamis (10/8).

Turut mendampingi Megawati, Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Dwi Ria Latifa. Adapun kurator lukisan yang mendampingi Megawati keliling menyaksikan lukisan diantaranya Asikin Hasan.

Ketua Umum PDI Perjuangan ini, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, juga menyebut nama pelukis legendaris Basuki Abdullah yang banyak melahirkan karya fenomenal sejak sebelum kemerdekaan hingga kemerdekaan. Menurut Megawati, banyak lukisan yang dikumpulkan Bung Karno merupakan karya Basuki Abdullah.

"Kebetulan kalau saya dengar dari beliau bahwa para pelukis juga ikut berjuang meraih kemerdekaan juga membuat strategi menuju kemerdekaan," ujar Megawati. Ia menambahkan banyak juga lukisan yang dikarya sejak sebelum merdeka. "Kita lihat ada yang terkumpul sejak sebelum merdeka. Terbagi dari tahun ke tahun. Bung Karno suka mengumpulkan pelukis dan berdiskusi. Punya keakraban dengan seniman-seniman," jelasnya.

Menurut dia, apa yang dikaryakan oleh pelukis Basuki Abdullah juga seperti sebuah perjalanan hidup. "Saya memang menghabiskan masa kecil di Istana. Jadi tahu persis. Pelukis-pelukis seperti Basuki Abdullah, saya panggilnya Om Bas itu saya kenal. Dulu saya pernah digambar oleh Om Bas saat masih kecil," kenang Megawati.

Megawati juga menyampaikan bahwa lukisan-lukisan tersebut menjadi bahan renungan agar generasi muda harus bisa melihat betapa kaya kebudayaan Indonesia di bidang seni lukis. Dan bangsa Indonesia harus bisa mengapresiasinya.

"Sekarang kadang kita lihat dari kolektor masa kini, juga pelukisnya yang hanya karena tren lalu main poles. Padahal sebenarnya dalam seni lukis dalam bahasa Jawa ada namanya "roso" (rasa). Itu sekarang tak ada lagi," jelasnya.

Megawati mengatakan, kata-kata "roso" dalam bahasa Jawa sulit diungkapkan dengan kata-kata. Bahkan kalau ditanya secara pikiran sulit diterjemahkan karena "roso" dalam budaya itu bagian dari kehidupan peradaban.

Salah satu karya yang menjadi perhatian adalah lukisan Pantai Flores karya Basuki Abdullah. Karya ini dibuat berdasarkan lukisan cat air Presiden Soekarno saat dalam pengasingan.

Kemudian saat menyaksikan lukisan Harimau Minum, karya Raden Saleh, Megawati menanyakan kepada kurator kondisi lukisan. "Lukisan ini sudah pernah direstorasi? Sudah tua jadi memang harus dijaga baik-baik," ujar Megawati mengomentari lukisan tertua yang dipamerkan.

Kemudian, Megawati terlihat begitu cermat mendengarkan penjelasan dari kurator mengenai lukisan Keluarga Tani karya Kosnan. Lukisan yang menggambarkan keluarga sederhana khas Indonesia ini merupakan hadiah dari Gubernur Akademi Angkatan Laut, RS Subijakto pada tahun 1962. "Yang ini kondisinya masih bagus, ya," puji Megawati.

Selain lukisan karya anak bangsa, turut dipamerkan juga lukisan monumental Perkawinan Adat Rusia, yang merupakan satu dari dua karya pelukis terkenal abad 19, Konstantin Egorvick Makovsky yang berada di Istana Bogor. Lukisan ini hadiah rakyat Rusia melalui Pemimpin Umum Uni Republik-republik Sosialis Soviet, Nikita Khrushchev.

Tetapi lukisan aslinya tidak dipamerkan karena berbagai alasan teknis dan keamanan lukisan mengingat ukurannya yang terlalu besar (295 x 450 cm). Lukisan tersebut sudah berusia lebih dari 125 tahun, sehingga kondisinya sangat rentan.

Kepala Kurator Asikin Hasan mengatakan, dalam pameran ini ditampilkan hasil karya tahun 1930-an hingga tahun 1960-an yang merupakan potret dari kondisi masyarakat di kala itu. Pameran digelar selama sebulan mulai 1 hingga 30  Agustus 2017.

Asikin menjelaskan bahwa yang dipamerkan ini adalah lukisan lama yang dikoleksi di Istana Cipanas, Istana Bogor, Istana Negara Jakarta, Istana Yogyakarta, dan  Istana Tampaksiring, Bali.

"Masyarakat banyak yang petani dan nelayan dan tentunya ini menjadi sangat menarik karena sekarang kondisi masyarakat banyak berubah jauh. Lukisan juga menunjukkan tradisi. Misalnya kebaya yang sejak zaman Bung Karno sudah jadi identitas perempuan Indonesia. Mengukuhkan sebuah identitas bangsa," imbuhnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement