Kamis 10 Aug 2017 14:00 WIB

PKB Ancam Jokowi, Hanura: Tak Pantas

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Dadang Rusdiana
Foto: dpr.go.id
Dadang Rusdiana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi Partai Hanura, Dadang Rusdiana, mengeluhkan sikap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memberikan ancaman kepada presiden Joko Widodo.

Menurutnya, dari etika berkoalisi, tidak pantas ancam-mengancam. Justru seharusnya sebagai partai koalisi pemerintah PKB mendukung kebijakan Joko Widodo. Sebab, hal ini tentu bakal memengaruhi hubungan antarpartai pendukung pemerintah.

"Dari etika berkoalisi tidak pantas ancam mengancam. Tapi, soal mereka (PKB) harus keluar dari koalisi atau tidak itu bukan wewenang kami. Presidenlah nanti yang akan menilainya," jelas Dadang Rusdiana, saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (10/8).

Oleh karena itu, Dadang Rusdiana berharap agar partai-partai koalisi pemerintah tetap menjaga keutuhan dan kekompakan. Kemudian juga harus sejalan dalam mengamankan seluruh kebijakan yang sudah ditetapkan oleh presiden, termasuk kebijakan sekolah 8 jam 5 hari.

PKB melalui Wakil Sekretaris Jenderal Maman Imanulhaq mengancam pihaknya tidak akan kembali mencalonkan Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

Itu jika orang nomor satu di Indonesia itu menyetujui kebijakan sekolah 8 jam 5 hari. Memang sejauh ini PKB sendiri belum secara formal belum memutuskan untuk mendukung Joko Widodo maju kembali ke Pilpres 2019 mendatang.

Terkait kebijakan sekolah 8 jam 5 hari, menurut Dadang Rusdiana, dimaksudkan untuk menguatkan karakter anak didik bangsa Indonesia. Di samping memperhatikan nasib dan kesejahteraan guru. Dengan lima hari belajar, maka guru tidak perlu mencari tambahan mengajar ke sekolah lain untuk mengejar target 24 jam pengajaran sebagai syarat pemenuhan sertifikasi.

"Guru berada di sekolah itu, dan membuat perencanaan dan evaluasi dihitung sebagai aktivitas pemenuhan 24 jam pelajaran. Jadi, dari segi gagasan itu baik," terang Dadang Rusdiana.

Baca juga, Ancaman PKB ke Jokowi Pertarungan Jaga Basis Nahdiyin.

Kemudian lima hari belajar juga tidak menghilangkan kesempatan anak didik belajar di madrasah. Bahkan madrasah diniyah menjadi bagian yang terintegrasi dengan kegiatan di sekolah formal. Sehingga belajar di madrasah menjadi keharusan. Jadi, sama sekali tidak akan meniadakan madrasah.

Maka dari itu, kata Dadang Rusdiana, akan dibuat Perpres yang mengatur lima hari belajar, bukan fullday school. Sehingga segalanya lebih jelas dan terintegrasi, agar kedudukan madrasah diniyah yang selama di bawah pembinaan Kemenag pun peran dan kedudukannya jelas.

"Berlebihan kalau urusan lima hari belajar "di-bargaining-kan" dengan usungan presiden. Kalau Hanura sendiri karena perintah Rapimnas dan dinyatakan berkali-kali oleh Ketum maka tidak ada pengkhianatan dari Hanura. Kita diperintahkan oleh Ketum dan Rapimnas untuk mendukung dan mengusung Jokowi tanpa syarat-syarat seperti itu," tutup Dadang Rusdiana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement