REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Saat ini mulai ramai perbincangan di media sosial bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertindak layaknya seorang diktator. Kebijakan pemerintahan Jokowi disebut semena-mana dan tidak pro rakyat kecil.
Menanggapi hal ini, Jokowi hanya tertawa. Telebih ketika dirinya akan menjabat sebagai presiden dan kemudian terpilih banyak masyarakat yang menyebut bahwa Jokowi dengan sebutan 'ndeso'.
"Awal-awal kan banyak yang menyampaikan. Katanya saya kan ndeso, gitu ya. Ada yang menyampaikan itu. Presiden ndeso. Presiden klemar-klemer, tidak tegas. Eh begitu kita menegakkan UU (undang-undang) balik lagi, loncat menjadi otoriter, menjadi diktator. Yang benar yang mana? Yang klemar-klemer, yang ndeso, atau yang diktator, atau yang otoriter?" ujar Jokowi dengan santai usai meresmikan Museum Keris Nusantara, Rabu (9/8).
Jokowi memang enggan disebut sebagai seorang diktator dalam memimpin negara Indonesia. Menurutnya, negara Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis. Setiap lembaga negara mempunyai perannya masing-masing. Ada lembaga yang mengontrol, mengawasi, dan melakasanakan setiap program pemerintah.
Selain itu, terdapat pengawasan secara langsung dari masyarakat melalui berbagai media massa, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi lain yang terus memantau kinerja semua lembaga pemerintahan.
"Jadi, negara ini negara hukum yang demokratis, yang itu dijamin oleh konstitusi. Enggak akan ada yang namanya diktator dan otoriter. Enggak akan ada," tegas Jokowi.
Dia mengatakan, ungkapan mengenai pemerintah yang tidak diktator diungkapkannya karena saat ini banyak suara-suara sumbing yang menilai bahwa pemerintahan sekarang layaknya dikatator yang bekerja tanpa mengindahkan aspirasi masyarakat. Padahal, ungkapan tersebut tidak benar dan pemerintah akan bekerja secara demokratis.