Selasa 08 Aug 2017 19:27 WIB

BNPT Bidik Media Sosial Selain Telegram

Rep: Sapto Andika/ Red: Andri Saubani
Ketua BNPT Suhardi Alius
Foto: BNPT
Ketua BNPT Suhardi Alius

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menegaskan untuk terus memantau layanan media sosial yang memberikan celah bagi pelaku terorisme dalam menjalankan aksinya. Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi  Suhardi Alius mengungkapkan, pihaknya akan melihat perkembangan setelah sebelumnya pemerintah sempat memblokir aplikasi Telegram. "Itu (pemblokiran Telegram) jadi pelajaran untuk yang lain. Selalu kami ingatkan. Kami coba reduksi side effect dari kemajuan teknologi ini," ujar Suhardi, Senin (7/8) malam.

Belajar dari kasus Telegram, lanjut Suhardi, BNPT memiliki seluruh basis data pemanfaatan media sosial sebagai sarana bagi pelaku terorisme dalam menyusun rencananya. BNPT menemukan adanya 17 ribu halaman yang berkaitan dengan aksi terorisme. "Semua medsos yang kontennya semacam itu, kami ada task force di bawah Kominfo, ada dari BNPT, ada dari Kepolisian, BIN, ada dari Kominfo sendiri yang punya UU kan Kominfo. Di bawah task force itu akan kami pantau," jelas Suhardi.

Sebelumnya, pemerintah memastikan aplikasi pesan di telepon pintar, Telegram, bersedia memblokir setiap materi yang berbau terorisme dan radikalisme. Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, pernyataan tersebut disampaikan langsung pihak Telegram saat bertemu dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, belum lama ini.

Selain Telegram, kata Rudiantara, pihaknya sudah bertemu dengan seluruh operator media sosial lainnya, seperti Facebook. Mereka pun berjanji akan membersihkan materi-materi negatif tersebut dari aplikasinya.

Rudi memastikan aplikasi Telegram akan bisa diakses kembali oleh pengguna di Tanah Air mulai pekan ini. Saat ini, kata dia, pemerintah tengah menyusun perjanjian dengan Telegram agar terdapat aturan yang lebih jelas lagi. Hal yang sama pun dilakukan terhadap aplikasi media sosial lainnya. Jika masih terjadi pembiaran atas beredarnya materi berbau terorisme dan radikalisme, maka pemerintah tidak akan ragu untuk menutup akses di Indonesia. "Akan ditutup kalau tidak ada kerja sama, kalau ada pembiaran," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement