REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Indonesia Arif Susanto mengatakan, rencana koalisi antara PDIP dan Golkar untuk mencalonkan Dedi Mulyadi memperkecil peluang Ridwan Kamil untuk mendapatkan dukungan kedua parpol. Namun, bukan berarti Ridwan Kamil tidak mungkin maju dalam Pilkada Jawa Barat 2018.
Jika dipetakan, lanjut Arif, koalisi partai-partai dapat mengerucut pada tiga poros. Poros pertama adalah koalisi PDIP (20 kursi) dan Golkar (17 kursi), dan poros kedua mulai mengerucut koalisi PKS (12 kursi) dan Gerindra (11 kursi).
"Di luar itu, masih terdapat Demokrat (12 kursi), PPP (9 kursi), PKB (7 kursi), NasDem (5 kursi), PAN (4 kursi), dan Hanura (3 kursi). Mereka dapat membentuk poros tersendiri atau bergabung dengan koalisi yang ada," kata Arif saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (8/8).
Dengan asumsi koalisi PDIP-Golkar dan koalisi PKS-Gerindra sudah memiliki calon lain, peluang Ridwan Kamil mengikuti kontestasi Pilgub Jabar 2018 bisa ditempuh dengan dua cara. Yakni, maju sebagai calon dari poros ketiga atau dari jalur perseorangan.
"Masalahnya, sejauh ini baru Nasdem yang menyokongnya, dan popularitas Ridwan Kamil ditengarai menurun," ucap Arif.
Jika melihat dari dua cara tersebut, kini Ridwan Kamil bukan saja harus memperluas basis dukungan di kalangan parpol, tapi juga di kalangan publik pemilih. Model komunikasi politik berbasis perkotaan, yang biasa dijalankan Ridwan Kamil, perlu dikombinasikan dengan pendekatan budaya maupun keagamaan yang menjadi keunggulan para kompetitornya di bursa cagub.
"Di luar itu, menemukan pasangan cawagub yang tepat dapat memberi tambahan daya tarik bagi calon pemilih," tambah Arif.