REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, meminta kepada masyarakat jangan terlalu polos dan lugu terhadap manuver PDI Perjuangan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Barat 2018.
Sebelumnya, PDI Perjuangan telah menutup kemungkinan untuk mengusung Ridwan Kamil sebagai calon gubernur Jawa Barat. Mereka lebih memilih untuk berkoalisi dengan Partai Golkar mengusung Dedi Mulyadi yang bakal didampingi oleh kadernya.
"Saya kira itu bukan keputusan final bahwa Ridwan Kamil tidak akan diambil. Dalam bahasa politik namanya testing the water atau menguji reaksi publik. Kalau responsnya bagus, diteruskan tanpa Ridwan Kamil, tapi kalau tanpa dia jelek, ya mereka ambil dia dan dipasangkan dengan Dedi Mulyadi," jelas Asep saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (8/8)
Oleh karena itu, kata Asep terlalu dini memandang pernyataan PDI Perjuangan terkait Ridwan Kamil sebagai keputusan final. Apalagi, sebelumnya Partai Nasdem mengusung Ridwan Kamil pendukungnya adalah PDI Perjuangan. Di samping itu, kata ia, yang mengatakan tidak akan mengambil Ridwan Kamil adalah seorang sekjen bukan ketua umum.
Baca juga, Ini Alasan Nasdem Dukung Ridwan Kamil di Pilgub Jabar.
Karena memang sekjen diberi tugas untuk menguji reaksi publik atau pemilih jika mereka tidak jadi mengambil Ridwan Kamil. "Kalau pasangan ini gimana reaksinya, kalau pasangan itu bagaimana? Mereka akan pelajari betul," tambahnya.
Selain itu, Asep menilai nama-nama calon yang mengikuti tes untuk kemungkinan dicalonkan sebagai pendamping Dedi Mulyadi elektabilitasnya masih belum terukur. Jadi, sangat jauh dari harapan publik. PDI Perjuangan juga tidak mungkin memaksakannya meskipun kader.
Ia berpendapat, jika Ridwan Kamil bisa mengakomodasi kepentingan politik mereka, maka sangat mungkin PDI Perjuangan akan menarik ucapannya dan mengambil Wali Kota Kota Bandung itu. "Semuanya masih bisa berubah, last minute saja bisa berubah kok. Apalagi, ini masih kurang lebih tujuh bulan lagi," kata Asep.