REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI memanfaatkan teknologi informasi (TI) untuk menangkal kampanye hitam yang biasanya sering ditemukan menjelang pelaksanaan pemilu.
"Kampanye hitam dan penggunaan isu SARA itu masalah yang serius. Makanya saya terpikir menggunakan TI untuk pengawasan dan tindak lanjut dugaan pelanggaran yang dirasa belum maksimal di Bawaslu," ujar Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin di Jakarta, Senin (7/8).
Berbicara dalam Focused Group Discussion (FGD) "Peningkatan Teknologi Informasi dan Media Sosial dalam Pengawasan Pemilu", Koordinator Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu itu menjelaskan lembaganya maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini tengah berupaya melakukan penanggulangan penggunaan media sosial untuk kampanye hitam yang berujung fitnah.
Oleh karena itu, inovasi TI sedang dikembangkan Bawaslu agar masyarakat kelak dapat lebih mudah melaporkan dugaan pelanggaran pemilu menggunakan aplikasi.
Selain itu, masyarakat juga dapat memeriksa langsung upaya penindakan laporan pelanggaran yang mereka ajukan kepada Bawaslu, kata Afifuddin.
Lebih lanjut Afifuddin menambahkan bahwa penggunaan TI juga bisa dimanfaatkan untuk memaksimalkan informasi tahapan-tahapan pemilu serta potensi pelanggaran di setiap tahapan. "Dari sudut pandang pengawas, penggunaan TI yang dimaksimalkan juga diharapkan mampu memudahkan dan mampercepat pengawasan. Apalagi sekarang aplikasi sangat murah dan mudah digunakan, bisa kapan saja dan di mana saja," tutur dia.
Menurut Afifuddin, kelak pihaknya akan mengawasi kampanye hitam yang dilakukan oleh tim pemenangan yang resmi terdaftar maupun kampanye oleh partisan yang tidak terdaftar di KPU.
Ia juga menuturkan upaya tersebut perlu segera dilakukan mengingat Indonesia telah memasuki tahun pemilu. Tahapan Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019 bakal segera dimulai. "Kalau tidak diawali sekarang, kita bisa terlambat menanggulangi ini," ujar dia pula.
FGD diikuti peserta dengan latar belakang profesional dan pegiat di bidang TI dan media sosial, di antaranya aktivis dari Masyarakat AntiFitnah Indonesia (Mafindo), Asosiasi Informasi Santri (AIS) Nusantara, Kawal Pilkada, Pata Science Indonesia, Perludem, dan PT Trustudio.