Selasa 08 Aug 2017 01:03 WIB

Urgensi Pendidikan dalam Hiburan: Belajar dari Wayang Enthus

Salamun
Foto: dok. Pribadi
Salamun

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Salamun *)

Agama dan budaya bukanlah dua eksistensi yang harus dihadap-hadapkan. Justru antara keduanya harus saling menjiwai. Inilah barangkali yang ada dalam pemikiran satu di antara para pendiri bangsa kita ialah Ir Soekarno yang menyampaikan gagasan tentang lima dasar negara (Pancasila) di depan sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945. Yaitu  1.Nasionalisme (kebangsaan Indonesia), 2. Internasionalisme (peri  kemanusiaan), 3. Mufakat (demokrasi),  4. Kesejahteraan sosial, dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa (berkebudayaan) (Kaelan:2000).

Bahwa setiap warga negara Indonesia hendaklah bertuhan dan atau memeluk suatu sistem kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian juga, maka setiap peradaban yang dibangun oleh Bangsa Indonesia, ianya harus  dibangun berdasarkan pesan dan norma-norma ketuhanan yang sekaligus berarti setiap budaya dan peradaban yang hidup dan dihidupkan oleh Bangsa Indonesia ialah tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Ketuhanan itu sendiri.

Dengan tetap menghargai kreativitas karya anak bangsa, hendaknya negara melalui mesin kontrolnya termasuk para stakeholder-- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) misalnya --harus selalu aktif memantau perkembangan dan dinamika karya dan budaya yang disajikan untuk konsumsi publik.

Masih sangat sedikit sinetron dan atau tayangan di media massa, khususnya elektronik, yang menyampaikan pesan-pesan moral secara ajeg. Kita sering jumpai sinetron dan sejenisnya yang ditayangkan tentang kisah anak-anak sekolah lebih dominan kisah asmara, pacaran, dan sebagainya ketimbang kisah tentang bagaimana perjuangan anak-anak berprestasi yang gigih berjuang ditengah keterbatasan ekonomi (orang tua) mereka, tentu akan lebih menginspirasi. Para generasi emas tidak perlu diracuni dengan drama asmara yang justru memicu bertambah panjangnya deretan para pelajar  yang menjadi korban tragedi seksual.

***

Menyimak pemberitaan dan menyaksikan langsung beberapa pertunjukan wayang kulit yang menghadirkan Ki dalang Enthus Susmono  di berbagai daerah Provinsi Lampung, terasa sekali semangat pencerahan, pendidikan, tuntunan dan dakwahnya. Yah, menyaksikan pagelaran wayang dengan Ki dalang Enthus itu, kita bisa merasakan sepertinya Sunan Kalijogo ‘hadir’ kembali di tengah-tengah kita.

Ki Enthus yang Bupati Tegal itu meski ditanggap oleh satu di antara bakal calon kepala daerah di Provinsi Lampung, justru hanya sesekali saja menyampaikan pesan kampanyenya. Pertunjukan justru banyak disisipi dengan hal-hal penting yang aktual dan secara faktual sangat dibutuhkan bangsa Indonesia hari ini.

Pentingnya merawat keberagaman atau kebhinekaan baik perbedaan agama, suku, keyakinan, adat istiadat, bahkan perbedaan pemahaman keagamaan sekalipun sering menjadi muatan dakwah dalam wayang beliau. Menghadirkan Islam yang ‘rahmatan lil ‘alamiin’, Islam yang menyejukkan dan dalam pandangan yang terkini dengan Islam Nusantara sepertinya menjadi agenda yang melekat dalam setiap pertunjukan. Wayang ditangan Ki Enthus dengan gaya lugas dan jenakanya lebih terasa bermuatan keislaman daripada kejawennya.

Singkatnya, Ki dalang Enthus mampu mengolaborasikan antara tontonan dan tuntunan sekaligus. Dengan demikian harapan kita para penggiat hiburan di Tanah Air juga hendaknya dapat mengedepankan betapa pentingnya membangun karakter budaya dan peradaban bangsa yang berketuhanan.

Jika dunia pendidikan kita sudah menyadari betapa pentingnya kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual disamping hanya kecerdasan intelektual semata, maka kita juga berharap tayangan-tayangan industri hiburan untuk konsumsi publik juga harus dapat dipastikan bermuatan budaya luhur bangsa Indonesia.

Tayangan hiburan bagi publik harus disterilkan dari muatan-muatan yang hanya mengedepankan syahwat, eksploitasi perempuan dan hal-hal yang berbau porno baik dari aspek visual maupun verbal (lirik dan bahasa). Wallahu A’lam bish-shawab.

*) Mahasiswa Program Doktor UIN Raden Intan Lampung, Dosen STIT Pringsewu dan UML. Email: [email protected]

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement