REPUBLIKA.CO.ID, Begitu sepi, tak ada satu orang pun calon pasien yang terlihat mengantre untuk berobat di ruang rawat jalan Rumah Sakit Islam Surakarta. Hanya ada beberapa petugas di loket jaga, bagian keamanan, dan beberapa petugas kebersihan yang lalu lalang.
Kondisi serupa nampak di ruang tunggu keluarga pasien rawat inap. Tak ada keluarga pasien yang terlihat duduk mengantre, menunggu waktu besuk pasien rawat inap. Sebab, saat ini jumlah pasien rawat Inap di RSIS pun tak sebanyak dua tahun lalu. Kini, hanya ada sekitar 45 orang, pasien rawat inap di RSIS.
Sepinya pasien di RSIS sudah terjadi sejak dua tahun lalu. Kondisinya semakin parah pascapelayanan BPJS dihentikan per April 2015 lantaran belum diterbitkannya izin operasional RSIS. Pasien-pasien yang datang untuk berobat menggunakan layanan BPJS pun terpaksa harus mengurungkan niat.
Sering yang datang tanya, bisa pakai BPJS? Tidak bisa. Akhirnya batal berobat. "Tapi ada juga yang tak masalah membayar tunai," tutur Petugas Loket Pasien Rawat Jalan RSIS, Sri Sunarti kepada Republika.co.id, Kamis (3/8).
Direktur Utama RSIS, Djufrie mengungkapkan belum diterbitkannya izin operasional RSIS tak hanya membuat pelayanan BPJS dihentikan. Lebih dari itu, dampak sepinya pasien membuat rumah sakit pun mengalami krisis keuangan. Imbasnya, sebanyak 900 karyawan RSIS pun kini gigit jari menyusul kebijakan rumah sakit tentang pengurangan hari kerja bagi karyawan per April 2017.
Dalam sebulan, karyawan RSIS hanya masuk kerja 15 hari dengan sistem piket bergantian. Tak hanya itu, masalah izin operasional juga memaksa Dinas Kesehatan tak memperpanjang izin praktik dokter yang sudah berakhir. Djufrie mengatakan, dari seratusan dokter di RISS terdapat 60-an dokter yang habis izin praktiknya.
"Belum diterbitkanya izin operasional RSIS Kelas B ini menjadi petaka bagi orang banyak yang memerlukan pelayanan kesehatan," kata Djufrie.