REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kasus cyber crime menjadi kasus yang paling banyak ditangani Ditreskrimsus Polda Metro Jaya tahun 2016. "Dari 1.627 kasus, 1.207 kasus atau hampir 75 persen merupakan cyber crime. Dari jumlah tersebut, 699 kasus telah diselesaikan," kata pakar IT internasional di bidang hacking an IT forensic Dr Mochamad Wahyudi MM, MKom, MPd, CEF, CHFI pada Seminar Nasional IT, Ethics, Regulation and Cyber Law di Hotel Asrilia, Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/7).
Seminar yang diadakan oleh PPPM Universitas Bina Sarana Informatika (BSI) Bandung, PPPM AMIK BSI Bandung dan Polda Jawa Barat itu mengusung tema ‘Implementasi UU ITE Untuk Mencegah Hoax di Media Sosial Dalam Mewujudkan Keadilan dan Ketertiban Umum’.
Apakah yang dimaksud dengan cyber crime? Wahyudi mengutip Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989) yang mengartikan Cybercrime sebagai berikut : “Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal.”
"Cyber crime dapat dirumuskan sebagai 'perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain',” kata Wahyudi.
Wahyudi mencontohkan kasus-kasus cyber crime seperti Keylogger , Carding, serta Cybersquatting, Typosquatting & Phising . Web Deface. Selain itu, virus, worm, trojan, spyware, adware & spam (Malware), pembajakan perangkat lunak, pencemaran nama baik (hoax, fake news & hate speech), serta penipuan via SMS.
Wahyudi mencontohkan kasus Typosquatting yang terjadi pada domain klikbca.com. "Bentuknya berupa pemalsuan nama domain klikbca.com menjadi wwwklikbca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickbca.com, dan klikbac.com,” tutur Wahyudi.