REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah WNI juga turut diamankan saat dilakukan penangkapan WNA Cina dan Taiwan para pelaku penipuan siber di tiga tempat, yakni Jakarta, Surabaya, dan Kuta. Namun, peran WNI itu diperkirakan tidak terlalu strategis dalam tindak kejahatan siber berbasis phone fraud atau penipuan lewat telepon ini.
"Itu ada yang kita amankan baru pembantu cuci pakaian, kemudian membantu masak, bersih-bersih rumah, kemudian kalau Sabtu, Minggu kan ada waktu weekend ada yang menyopiri orang-orang asing ini muter-muter kota," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Selasa (8/1).
Para WNA ini, lebih lanjut menurut Argo memilih Indonesia untuk melakukan aksi kriminalnya karena sejumlah alasan. Di antaranya, menurut Argo karena kondisi geografis dan kemudahan akses Internet di Indonesia. "Mereka memilih Indonesia karena geografisnya sangat luas kemudian dia mudah bersembunyi dan mudah menggunakan internet," kata Argo menjelaskan.
Untuk para pelaku WNA sendiri, saat ini polisi masih bersiap melakukan deportasi. Polisi terlebih dahulu berkoordinasi dengan bagian Imigrasi untuk melancarkan proses deportasi mereka. "Ini kita sedang mempersiapkan admistrasinya dan nanti kita serahkan ke imigrasi," ujar Argo.
Sebelumnya, polisi melakukan penggerebekan penipuan berbasis siber yang dilakukan WNA di tiga kota di Indonesia, yakni Jakarta, Surabaya dan Kuta pada Sabtu (29/7). Dari penggerebekan itu, diketahui mayoritas pelaku berasal dari Cina dan Taiwan.
Saat dilakukan penggerebekan di Bali, 31 orang yang terdiri dari 17 orang WN Cina, 10 orang WN Taiwan, dan empat orang WNI diamankan. Sementara di Jakarta, 29 orang asal Cina juga diamankan. Lalu di Surabaya, 93 orang asal Cina dan Taiwan juga diamankan.