Jumat 28 Jul 2017 14:40 WIB

Perajin Kulit Garut Ikut Terdampak Kenaikan Garam

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Perajin kulit tengah menyelesaikan karyanya dari bahan kulit (Ilustrasi)
Foto: Mahmud Muhyidin
Perajin kulit tengah menyelesaikan karyanya dari bahan kulit (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Para pengusaha penyamak kulit di Kabupaten Garut semakin cemas dengan kenaikan harga garam belakangan ini. Apalagi pasokannya makin sulit diperoleh, bahkan dari sentra produksi garam sekalipun.

Wakil Ketua Bidang Pemerintahan Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) Kabupaten Garut, Sukandar, mengatakan, garam dibutuhkan sebagai bahan utama menyamak dan mengawetkan kulit. Pemberian garam dilakukan ketika proses awal pembuatan bahan kulit setengah jadi.

Kalau tak ada garam, maka proses pengawetan tak bisa dilakukan. "Akibatnya, bahan baku kulit bisa membusuk. Jadi kami merasa kenaikan harga garam amat menyulitkan pengusaha," kata Sukandar di sentra kulit Sukaregang, Jalan Sudirman, Kecamatan Garut Kota, Jumat (28/7).

Dia biasa menggunakan garam hasil produksi dari Cirebon. Tetapi, kini garam yang biasa dibeli dari Cirebon mengalami kenaikan sampai 400 persen. "Sejak bulan Juni harganya naik. Asalnya cuma Rp 1.100 per kilo, sekarang jadi Rp 5.000 per kilogram," keluhnya.

Dia menyebut setidaknya terdapat 320 pengusaha penyamakan kulit yang ada di Sukaregang saja. Dari situ, ia mengalkulasi rata-rata kebutuhan garam per bulannya mampu mencapai 120 ton. Bahkan jumlah itu nantinya meningkat memasuki hari raya Idul Adha.

"Saat Idul dha itu hajat pengusaha karena dapat banyak bahan. Kebutuhan garamnya saja bisa meningkat sampai tiga kali lipat. Tapi kalau garamnya mahal apalagi sampai tidak ada barang tentu jadi masalah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement