REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Indonesia Arif Susanto berpendapat, pertemuan SBY dengan Prabowo yang mewakili kepentingan partai yang dipimpinnya, dilatarbelakangi ketidaksetujuan mereka dengan sistem presidential threshold. Pertemuan tersebut juga jelas menunjukan mereka sedang menjajaki kemungkinan kerja sama lebih jauh, meski hal itu pernah gagal dilakukan pada Pilkada Jakarta.
Penyebab kegagalannya, lanjut Arif adalah tidak disepakatinya pembagian peran politik, terutama terkait figur SBY dan Prabowo yang sama-sama high profile. "Kebekuan semacam itu dapat mencair hanya jika ditemukan suatu //power sharing yang mengakomodasi kepentingan kedua pihak," kata Arif saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (28/7).
Arif melanjutkan, sejauh ini, koalisi Pilpres 2019 masih terlalu samar. Tetapi, pertalian antara Demokrat dengan Gerindra bisa makin erat jika pemerintah dan koalisi pendukungnya terus melakukan blunder politik. Misalnya, dalam isu Pansus Angket KPK atau Perppu Ormas.
Diketahui, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar pertemuan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Cikeas pada Kamis (27/7) malam. Pertemuan tersebut menghasilkan suatu kesepakatan, yakni untuk meningkatkan kerja sama dan komunikasi kedua partai.